Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: AS Tetap Sahabat Israel Wed Jan 21, 2009 4:27 pm | |
| Pidato Obama Tak Singgung Krisis Gaza AS Tetap Sahabat Israel
Presiden AS Barack Obama dan Ibu Negara Michelle Obama melambaikan tangan sambil berjalan saat parade inaugurasi di Washington DC, AS, Rabu (21/1) WIB. Obama dilantik menjadi presiden ke-44 dan menjadi orang Afika-Amerika pertama yang terpilih sebagai Presiden AS.
[WASHINGTON] Presiden AS Barack Husen Obama akan meningkatkan hubungan baik dengan negara-negara Muslim di dunia, dan berperan aktif mewujudkan dunia yang lebih damai. Harapan sebagian kalangan agar Obama tidak mendukung Israel, tak mungkin terwujud. Israel bahkan tetap akan menjadi sahabat AS.
Demikian rangkuman pendapat mantan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pengamat Timur Tengah Smith Alhadar, pengamat AS dsari Universitas Airlangga Ignatius Basis Susilo, serta pengamat internasional Bara Hasibuan, di Jakarta, Selasa (20/1) dan Rabu (21/1). Mereka menanggapi pidato Obama yang sama sekali tidak menyinggung secara eksplisit krisis di Gaza, akibat agresi militer Israel.
Menurut Gus Dur, Obama tidak mungkin mengambil kebijakan yang merugikan Israel. Dia tetap berupaya optimal mewujudkan perdamaian dunia, tetapi tak akan merugikan Israel.
"Rakyat AS yang 90 persen kulit putih, adalah pendukung Israel, sehingga tidak akan mentolelir segala kekuatan yang hendak menekan Israel. Sebagai presiden berkulit hitam, Obama akan menjaga dukungan dari warga kulit putih itu. Apalagi Obama hendak maju pencalonan Presiden AS periode berikutnya," ujarnya.
Secara terpisah, Smith Alhadar dan Basis Susilo berpendpat, tekad Obama untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah maupun di seantero dunia Muslim, harus dilandasi komitmen kuat untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Pasalnya, konflik tersebut adalah "ibu" dari problem utama yang muncul di Timur Tengah maupun dunia Islam.
Alhadar mengakui, ada upaya-upaya dilakukan Obama untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah. Dalam pidatonya, Obama memperlihatkan pula tekad kuat untuk memperbaiki citra Amerika di dunia Islam yang tercoreng akibat perang melawan terorisme. Tetapi, ia pesimistis upaya-upaya Obama akan berhasil. "Obama sudah sejak awal menegaskan dukungannya terhadap Israel," ungkapnya.
Dukungan Obama terhadap Israel kentara terlihat dalam pidato-pidato kampanye kepresidenan, maupun yang tertulis dalam bukunya yang berjudul "Change We Believe In". Dalam buku tersebut, kata Alhadar, Obama menegaskan AS akan mendukung Israel "tanpa syarat". Ia juga pernah mengatakan mendukung keberadaan Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Jika dicermati, sebetulnya bukan Obama secara pribadi yang tidak mampu menyelesaikan konflik Israel-Palestina. "Adalah kebijakan AS itu sendiri yang mengakibatkan konflik Israel-Palestina tidak pernah selesai. Pendekatan yang ditempuh AS pada faktanya tidak pernah imbang. Selalu saja berpihak kepada Israel," ia mengimbuhkan.
Senada dengan itu, Basis Susilo berpendapat, siapapun Presiden AS, akan susah keluar dari kebijakan-kebijakan yang ditempuh selama ini di dalam menyikapi konflik Israel-Palestina. Ia tidak optimistis bahwa Obama dapat membawa perubahan situasi di Timur Tengah.
Hal itu disebabkan kuatnya cengkeraman lobi Yahudi di AS, serta besarnya kepentingan strategis Amerika di Timur Tengah, sehingga menempatkan sebagai sekutu sangat penting bagi Pemerintah AS.
Secara terpisah, Bara Hasibuan menilai, pidato Obama yang tidak secara eksplisit menyinggung krisis Gaza, terkait tidak adanya keterlibatan AS dalam krisis itu. "Berbeda dengan Irak dan Afghanistan, di mana ada kehadiran pasukan AS di sana. Kaitan dengan Gaza dan Israel itu tidak langsung," jelasnya.
Meskipun demikian, Bara melihat bahwa komitmen Obama untuk aktif turut menyelesaikan konglik Israel-Palestina cukup tinggi. Hal itu ditunjukkan dengan rencana mengirim utusan khusus, yakni mantan mantan negosiator damai Irlandia Utara, George Mitchell ke Timur Tengah.
Bara menambahkan, ada hal yang positif dari pidato Obama, yakni adanya era baru di AS berupa pengakuan terhadap prinsip-prinsip pluralitas, bahwa AS tidak didominasi satu elemen agama tertentu. "Ini tren baru yang ditunjukkan Obama, dan seharusnya bisa menginspirasi kita di Indonesia," katanya.
Merangkul Muslim
Sementara itu, dalam pidato pelantikannya, Obama berjanji untuk mengupayakan "jalan baru" di dalam melangkah ke depan bersama dunia Muslim setelah delapan tahun kepemimpinan pendahulunya George Bush yang terjal berliku. Tetapi ia juga mengingatkan bahwa AS tetap akan mengalahkan "teror".
Dalam pidatonya, Obama kembali menyuarakan janji-janji yang pernah disampaikan semasa kampanye untuk dua negara Muslim, yakni mulai meninggalkan Irak dan menyerahkannya secara bertanggung jawab kepada rakyatnya, sekaligus memajukan perdamaian yang sulit terwujud di Afghanistan.
Menghadapi sejumlah tantangan di negara-negara dunia Muslim, seperti Palestina, Iran, Irak, Afghanistan, dan Pakistan, Obama menyuarakan "nada baru" sekaligus menjanjikan keseimbangan di dalam penggunaan kekuatan diplomatik, militer, dan berbagai bentuk kekuatan yang lain.
Sebagai pukulan tajam terhadap penggunaan kekuatan militer secara unilateral yang dipakai Bush untuk menginvasi Irak pada 2003, Obama mengatakan beberapa generasi Amerika sebelumnya telah berhasil mengalahkan fasisme dan komunisme dengan kekuatan aliansi dan berpendirian kokoh, ketimbang melancarkan intervensi bersenjata [P-12/AFP/E-9/A-17] | |
|