Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Kami Memanen yang Kami Tanam (analisis) Fri Jan 23, 2009 12:26 am | |
| Kami Memanen yang Kami Tanam (analisis) [ 22/01/2009 - 02:23 ] Oleh: Fahmi Huwaidi Al-Syarq Qatar Kala mereka (Israel) gagal taklukkan Gaza dengan senjata, Israel menempuh cara manipulasi, agar mereka bisa mengelak dari apa yang tidak berhasil diwujudkan dengan F16, bom fosfor dan bom curah.
(1)
Awalnya Israel bilang perang ini melawan Hamas dan bukan kepada perlawanan Palestina yang sulit ditaklukkan. Para pengamat menggambarkan psiwar dalam intilejen militer Israel yang ingin melakukan profokasi anti Hamas. Mereka berharap rakyat Palestina akan membelot Hamas dan menjatuhkan pemerintahannya. Yang melihat TV Al-Aqsha sejumlah tayangan profokasi anti elit Hamas dengan berbagai penyifatan negatif. TV ini menuding elit Hamas sembunyi pada saat rakyat Palestina dibombamdir habis Israel. Salah satu tayangannya, mereka mengeluarkan gambar pejuang Al-Qassam yang ketakutan lari dari medan perang. Hal sama terjadi di Radio Suara Al-Aqsha. Kedua media eletronik ini berhasil disabotase Israel karena kecanggihan teknologi mereka.
Disamping menyabotase media eletronik, Israel juga menyebarkan berbagai macam selebaran dengan bahasa Arab ke perkampungan dan penduduk Palestina, terutama di daerah-daerah pertempuran di Betlahia, Bethanon, kamp Jabalia, pinggiran timur dan selatan Gaza dan lain-lain. Dalam selebaran itu diserukan akan tidak bekerjasama dengan Hamas dan membantu menyembunyikan mereka. Dalam banyak media, Israel mengaku Hamas adalah penghalang hakiki dalam mewujudkan perdamaian sekarang. Menurut Israel, dua negara Israel dan Palestina akan berdiri jika Hamas tidak ada dan Jalur Gaza akan maju dalam pembangunan dan ekonomi.
Bahkan Israel menggunakan media-media berbahasa Arab di Tepi Barat dan Jalur Gaza dan di sejumlah negara Arab untuk membusukkan citra Hamas.
(2)
Psiwar dan penyebaran fitnah yang dilakukan Israel itu bukan hal baru. Termasuk Israel tidak ragu-ragu menggunakan langkah sepihak dalam gencatan senjata. Dalam hal ini Israel ingin membunuh dua burung dengan satu lemparan batu. Di satu sisi ia ingin meredakan murka dunia Arab dan seluruh dunia setelah ketahuan belangnya sebagai negara penjahat perang yang melanggar seluruh undang-undang internasional. Selain itu Israel ingin memberikan kesan bahwa dirinya tidak ingin meneruskan perang dan ingin menciptakan perdamaian.
Di sisi lain, Israel ingin menghentikan serentetan operasi yang tujuannya di atas kemampuannya. Sejumlah laporan Israel menyepakati bahwa operasi militer Israel didasarkan pada memaksa Jalur Gaza menyerah dalam tiga hingga 10 hari. Namun mereka dikagetkan dengan balasan dan perlawanan tempur selama tiga pekan. Roket perlawanan Palestina tak pernah berhenti membombardir wilayah permukiman Israel. personel pejuang perlawanan menantang Israel di medan darat untuk maju. Akhirnya, Israel yakin perang akan berlangsung lebih lama dari yang mereka perkirakan yang pasti akan memeras kemampuan mereka yang diperkirakan menghabiskan 200 juta dolar setiap harinya. Seperti beban biaya mendatangkan pasukan cadangan, membekali perbekalan perang untuk jangka panjang. Di tambah lagi Israel ingin menciptakan realitas dan situasi baru sebelum pemerintah baru Amerika disahkan setelah Obama menjabat presiden Amerika resmi kemarin Selasa (20/1). Jangan lupa, ada pemilu Israel pada 10 Februari depan dimana elit Israel ingin memetik hasil perang atas Gaza dalam pemilu depan antara Livni dan Barack yang merepresentasikan partai Kadema dan partai Buruh. Mereka ingin menyaingi perolehan suara Benjamen Netanyahu dari Partai Likud, yang terkenal kejam terhadap Palestina.
Pada saat Israel ingin meredam kemarahan di dunia luar, sementara di Palestina Israel ingin tetap menghunuskan pedagnya di leher perlawanan di sana. Sebab Israel tidak menarik pasukannya dari Tepi Barat secara utuh. Apalagi gencatan senjata hanya sepihak Israel saja.
Jika perlawanan Palestina di Jalur Gaza melakukan pembalasan terhadap kejahatan Israel, maka negara zionis akan menjadikannya sebagai alasan untuk menyerang dan melanjutkan holocoustnya di Jalur Gaza. Dalam hal ini Israel ingin menempatkan perlawanan Palestina dalam kesulitan dan dilema.
(3)
Setelah gagal menghabisi perlawanan dan menghentikan roketnya, Israel ingin melumpuhkan sumber senjata dan kekuatan mereka. Yakni dengan kesepakatan yang ditandangani pada 16 /1 dengan Amerika soal pelarangan penyelundupan senjata ke Jalur Gaza. Kesepakatan yang sangat aneh. Bagaimana mungkin Amerika dan Eropa melarang senjata kepada perlawanan yang terkungkung dalam negara terjajah
Anehnya lagi, Israel dan Amerika yang membuat, namun Mesir dan Palestina sebagai obyeknya. Dimana wewenang perbatasan Gaza harus dijamin aman dan mencegah perang di Gaza. Kemudian presiden Mubarak hanya bisa mengikuti Israel dan AS serta berjanji akan menjamin perbatasan Gaza yang dimaksud dengan menutup perlintasan Rafah.
Keanehan lain, dalam kesepakatan itu disebutkan bahwa perlawanan bersenjata di Jalur Gaza dituding sebagai penyebab langsung agresi Israel. Agresi ini disebut-sebut, sebagai balasan atas terorisme Palestina. Sehingga tidak ada jalan lain kecuali harus menutup akses senjata ke Jalur Gaza dengan segala cara.
Setelah memutarkan balikkan opini sedemikian rupa, Israel masih menilai bahwa pihaknyalah yang membutuhkan stabilitas keamanan dan jaminan keamanan dan perlawanan adalah problema yang harus dihabisi.
Berikut isi perjanjian itu:
1. AS dan Israel bekerja sama dengan negara tetangga Palestina, dan masyarakt internasional untuk melawan penyeludupan senjata kepada organisasi teroris terutama Hamas.
2. AS dan Israel akan bekerja sama dengan NATO untuk mengawasi semua upaya penyelundupan senjata ke Jalur Gaza Palestina melalui laut Meditrania, teluk Adn, laut merah dan timur Afrika.
3. Saling tukar informasi soal penyelundupan senjata bagi perlawanan melalui koordinasi antar badan intelijen anggota NATO.
4. AS komitmen memberikan semua bentuk dukungan informasi dan teknik kepada Israel dengan melatih tim yang diikuti oleh pemerintah kawasan Timteng.
5. Soal kerjasama militer antara dua negara Israel dan AS dalam menerapkan komitmen kesepakatan dalam memerangi terorisme.
(4)
Sejak awal, media-media Arab gagal mendiagnosa agresi Israel ke Jalur Gaza. Apa yang mereka sampaikan ke publik semuanya menuding Hamas bertanggungjawab atas tragedi Gaza. Mereka tidak memberikan pengertian bahwa perlawananlah yang menjadi target dan penjahatnya adalah Israel.
Sejak awal kita memang membiarkan perlawanan untuk diserang. sebagian pejabat Arab mengaku tidak melawan perlawanan, namun mereka juga mengaku tidak bersamanya (mendukungnya). Sebagaimana mayoritas negara Arab membiarkan rakyatnya. Yakni ketika mereka malas-malasan mengumumkan sikap tegasnya terhadap kejahatan Israel sejak awal. Sikap inilah yang dianggap Israel sebagai lampu hjiau bagi mereka melanjutkan pembantian. Bahkan Livni Menlu Israel mengatakan, bahwa dirinya merepresentasikan kelompok Arab moderat” (News Week, 20/1).
Ia berlindung di balik kelambanan Arab dan kevakuman peran Arab. Sehingga Israel makin brutal melakukan kejahatan-kejahatannya, menghinakan rekan-rekan mereka yang moderat Arab dalam kesepakatan gencatan senjata baru. Bahkan mereka setuju membunuh perlawanan di perbatasan negeri-negeri kami sendiri. Hal itu memang tidak bisa dielakkan, sebab kami sudah memanen apa yang kami tanam. (bn-bsyr)
| |
|