Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Polisi Periksa 13 Saksi Aksi Anarki di Medan Wed Feb 04, 2009 8:56 am | |
| Polisi Periksa 13 Saksi Aksi Anarki di MedanGolkar dan Keluarga Abdul Azis Tuntut Pengusutan Kompas, 04 Feb 2009 Ketua DPRD Sumatera Utara Abdul Aziz Angkat (berpeci) ketika dievakuasi, menyusul kekerasan dalam aksi demo pembentukan Provinsi Tapanuli di Gedung DPRD Sumut, Selasa (3/2). Ketua DPRD Sumut akhirnya meninggal dunia setelah dilarikan ke Rumah Sakit Gleni Internasional Medan.
Hingga pukul 23.00 Kepolisian Kota Besar Medan memeriksa 13 orang yang diduga menjadi otak dan pelaku unjuk rasa anarkis. Anarkisme Demokrasi Maut di Balai Wakil Rakyat Rabu, 4 Februari 2009 | 00:17 WIB Aufrida Wismi Warastri dan Andy Riza Hidayat Maut datang bagai pencuri. Namun, maut yang menjemput wakil rakyat saat tengah menjalankan tugas sebagai pengemban amanah yang diwakilinya tak pernah dibayangkan orang. Abdul Azis Angkat (51), Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara, mengalaminya.
Ia meninggal di tengah aksi brutal ribuan demonstran yang menuntut agar DPRD Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan rekomendasi pembentukan Provinsi Tapanuli, Selasa (3/2) siang.
”Bapak sehat sekali hari ini, apalagi tadi malam kami ada syukuran,” tutur Anugraha Maulidin Angkat (23), anak pertama Abdul Azis, kepada pers di rumah duka, Jalan Eka Warni Gang Pipa Air Bersih, Medan. Syukuran semalam adalah syukuran atas wisuda anak kedua Abdul Azis, Agung Arif Wibowo Angkat (21) dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Oleh karena itu, meninggalnya ayah empat anak secara tak terduga itu membuat keluarganya amat shock.
Istri Azis, Tiurnalis Siregar (47), berkali-kali pingsan. Dua putra lain pasangan Azis-Tiurnalis adalah Akbar Husaini Angkat (17) dan Sultan Mashur Angkat (14) juga amat terpukul oleh kejadian itu.
Pukul 11.30, Anugraha sempat menelepon ajudan ayahnya, menanyakan baliho caleg yang dipesan ayahnya. Saat itu ajudan mengatakan situasi kantor DPRD sedang ramai dan anarki, ada demo massa pembentukan Provinsi Tapanuli. Sekitar pukul 12.00, ia menerima telepon dari ajudan tersebut mengabarkan ayahnya pingsan, dan sulit keluar dari kerumunan demonstran. ”Ketika saya sampai RS Internasional Gleni pukul 13.00, Bapak sudah meninggal,” kata Anugraha sendu.
Menurut ustadz keluarga, Amhar Nasution, Abdul Azis memang mengidap sakit jantung. Sejumlah kerabat mengatakan tahun 1996 Azis pernah menjalani operasi jantung koroner, dan tahun 2002 ia operasi bypass. Keduanya dilakukan di Penang, Malaysia. Namun, keluarga menyatakan kondisinya sehat, Selasa pagi.
Simpang-siur pemicu kematian Ketua DPRD Sumut masih belum surut hingga tulisan ini diturunkan. Namun, tuntutan atas nama ”demokrasi” atau apa pun itu, kini berbalik menjadi ancaman terhadap ”demokrasi” tadi, karena anarkisme ”dimainkan” untuk meraihnya.
Kematian Ketua DPRD itu pula kini disesali banyak warga Sumut, dan boleh jadi warga seantero jagat atas peristiwa keji dan memalukan ini.
Itu sebabnya, Sofyan Tan, tokoh pluralisme di Sumut, menilai, kejadian tragis ini cermin saja bahwa dasar negara Pancasila sudah tak lagi dihayati lagi oleh masyarakat.
Selasa, ada tiga agenda sidang paripurna harus dipimpin Azis. Pergantian antarwaktu anggota DPRD, pembahasan anggaran, dan pembahasan raperda. ”Kami sudah memperingatkan Bapak karena Bapak sering menerima teror akhir-akhir ini, meski Bapak tak pernah membicarakan masalah kantor di rumah,” tutur Anugraha.
Di mata rekan-rekannya, sebagai fungsionaris Partai Golkar, Azis yang saat ini masih menjabat sebagai Sekretaris DPD Partai Golkar Sumut, terkenal pintar. Mantan aktivis KNPI Sumut itu dilantik sebagai Ketua DPRD Sumut, 27 November 2008, menggantikan Abdul Wahab Dalimunthe yang pindah dari Partai Golkar ke Partai Demokrat.
Ketua DPD Partai Golkar Sumut Ali Umri mengatakan, pihaknya menyerahkan kasus ini kepada Kepolisian. Ia berharap polisi bergerak cepat untuk memeriksa dan menangkap pelaku yang membuat Azis meninggal.
”Berdasar informasi yang saya dapat, ada pemukulan pada korban,” kata Ali Umri. Sekitar pukul 15.00, jenazah korban yang sudah berada di rumah duka dibawa ke RS Pirngadi untuk diotopsi. Azis, sebelumnya, dibawa ke RS Internasional Gleni.
Demonstrasi Pembentukan Provinsi Tapanuli—dan kemudian amat populer dengan istilah ”Protap” itu—nyaris menjadi agenda rutin yang biasa diliput wartawan, dua tahun terakhir ini di Kantor DPRD Sumut. Berkali-kali demonstrasi terjadi untuk mendesak DPRD Sumut merekomendasikan terbentuknya ”Protap”.
Abdul Wahab Dalimunthe saat menjabat sebagai Ketua DPRD Sumut dulu pernah pula disandera oleh demonstran untuk menerbitkan rekomendasi pembentukan ”Protap”.
Prof Bungaran Antonius Simanjuntak, guru besar antropologi Universitas Negeri Medan yang sempat menjadi Komite Pemrakarsa (Komsa) Pembentukan Protap hingga tahun 2004 mengatakan, Protap digagas sejak tahun 1998.
Wilayahnya meliputi eks Karesidenan Tapanuli dari Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, hingga ke Kepulauan Nias. Pada tahun 2000, sempat terjadi kongres rakyat Sibolga untuk membentuk provinsi ini. Namun, sejak 2004, kepanitiaan pecah hingga melahirkan panitia baru yang diketuai GM Chandra Panggabean.
Perpecahan terjadi salah satunya karena isu pembentukan provinsi mengarah pada fanatisme agama. Muncul pula ketidaksepahaman soal letak ibu kota provinsi.
Mantan Ketua Komsa Kota Medan, Amir Mirza Hutagalung menambahkan saat itu sempat terbentuk komsa-komsa di tiap kabupaten. Namun, kini komsa sudah tidak jalan lagi.
Usulan ”Protap” yang kemudian muncul tidak lagi berada di eks Karesidenan Tapanuli tetapi sebatas Tapanuli Utara. Tetapi kini muncul wacana pembentukan dua provinsi baru, yaitu Sumatera Tenggara dan Nias, keduanya sudah dideklarasikan.
Banyak pihak mengatakan sifat agresif bukan watak orang Sumut yang multikultur.
Nah, kalau sudah kejadian, barulah orang menunduk-nundukkan kepala.... | |
|