Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: SBY-JK, Dulu Duet Kini Duel? Wed Feb 18, 2009 12:12 am | |
| SBY-JK, Dulu Duet Kini Duel? Jakarta – Bila benar SBY tak lagi mau berpasangan dengan JK pada Pemilihan Presiden 2009, maka langkah politik ini akan memperpanjang daftar 'duet politik' menjadi 'duel politik'. Sebuah tragedi yang pernah dialami pasangan Soekarno-Hatta dan setengah abad lalu.
Semua masih terngiang di telinga. Lima tahun lalu, di Surabaya, dalam rangkaian kampanyenya, Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono menyebut dirinya dan Jusuf Kalla sebagai dwitunggal. Sebuah ungkapan yang menyentuh ilusi masa lalu, yakni ketika kedua proklamator, Bung Karno dan Bung Hatta memimpin negeri ini.
Para relawan SBY-JK sebenarnya berharap, duet Jawa-luar Jawa ini berlanjut meski masih ada kekurangan di antara mereka. Kelanjutan ini penting agar kesinambungan visi-misi dan program yang belum tercapai, bisa diraih dalam lima tahun ke depan.
Persoalannya, sampai detik ini, SBY tak memberikan sinyal kepastian untuk berduet dengan JK. Di sisi lain, JK makin ‘direcokin’ kader-kader Golkar yang memiliki pluralitas kepentingan. Mereka mengajukan nama lain sebagai capres atau cawapres. Maka, bisa jadi, harapan bertahannya dwitunggal itu, mungkin tinggal harapan.
Para analis melihat, koalisi kebatinan SBY-JK semakin lemah karena sikap resistensi kader utama masing-masing partai yang menganggap melanjutkan pasangan SBY-JK belum memberikan jaminan kemenangan. Sikap pragmatis ini malah menyulitkan kader Golkar dan Demokrat sendiri dalam melangkah ke depan.
Kenapa? Karena, belum tentu jika ganti pasangan, SBY atau JK bakal bernasib lebih baik. Sedangkan kinerja SBY-JK dinilai sudah meraih capaian-capaian, yang bisa dilanjutkan dalam limatahun ke depan (2009-2014).
Mochtar Pabottingi pernah menyatakan jika SBY-JK retak atau gagal menjadi figur-figur keteladanan, maka kekonyolan akan menimpa mereka. Kini, JK sudah bersikap tegas tak akan menjadi ‘malin kundang’ politik bagi SBY. Dia tetap setia kepada SBY. Sebaliknya SBY menjawab dengan bahasa tubuh yang samar, ambigu, dan ambivalen.
Betapa susahnya menangkap sinyal bahasa politik SBY itu, juga dirasakan pengamat politik CSIS, J.Kristiadi. Dia menyebut sikap SBY itu sebagai sebuah karakter Kejawen.
Padahal, kata Kristiadi, jika pasangan SBY-JK dapat dikukuhkan sebelum pemilu legislatif, akan lebih andal. Kajian empiris menunjukkan koalisi sebelum pemilu cenderung lebih solid dibandingkan dengan setelah pemilu yang biasanya hanya didasari kepentingan pragmatis.
Dalam hal ini, Syamsuddin Haris dari LIPI melihat, jika pada akhirnya benar Presiden Yudhoyono hendak meninggalkan Golkar dan Kalla, beberapa implikasi politik bakal muncul.
Pertama, Golkar memajukan calon presiden sendiri atas dasar survei popularitas yang dilakukan. Jusuf Kalla, Sultan Hamengku Buwono X, Surya Paloh, Akbar Tandjung, atau tokoh Golkar lain akan bersaing merebut tiket sebagai calon presiden resmi Golkar.
Ketua Fraksi Golkar DPR, Priyo Budi Santoso, menyebutkan koalisi alternatif di luar kubu Yudhoyono dan kubu Megawati, bisa menjadi pilihan Golkar. Dalam kaitan ini, poros alternatif atau Poros Tengah jilid II yang digagas kembali oleh Amien Rais dapat menjadi pilihan yang realistis.
Kedua, Golkar merintis kembali Koalisi Kebangsaan bersama PDI-P seperti diinginkan Ketua Dewan Penasihat Golkar Surya Paloh dan Ketua Dewan Pertimbangan PDI-P Taufik Kiemas melalui silaturahmi nasional di Medan dan Palembang beberapa waktu lalu. Golkar dan PDI-P bisa bertukar tempat, apakah sebagai calon presiden atau calon wapres, tergantung dari hasil pemilu legislatif 9 April 2009.
Ketiga, Golkar melepas kesempatan menjadi calon presiden atau calon wapres. Lalu, bagaimana posisi Golkar? Menurut Syamsudin, Golkar bisa mempersiapkan diri menjadi kekuatan oposisi yang signifikan di DPR.
Apapun pilihannya, situasi itu akan menyulitkan SBY maupun JK dalam bergerak ke depan. Padahal, suhu politik makin tinggi.
Terlepas dari berbagai riak disharmoni yang muncul dalam relasi SBY-JK, menurut Syamsuddin, sulit dipungkiri, pilihan terbaik bagi PD dan Golkar adalah melanjutkan koalisi di antara mereka. Tentu, bukan model koalisi longgar dan semu seperti yang berlangsung selama ini, tetapi desain koalisi yang benar-benar didasari pada kesamaan platform, visi, dan program rekonstruksi menyeluruh atas kehidupan bangsa kita sehingga suatu Indonesia baru yang adil, demokratis, dan sejahtera bagi rakyatnya.
inilahcom,17/02/09 | |
|