Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Insiden Fokker 27 di Bandung Tue Apr 07, 2009 8:22 pm | |
| Insiden Fokker 27 di Bandung
TNI Diminta Tak Operasikan Pesawat TuaPara perwira TNI AU mengusung jenazah awak pesawat Fokker 27 TNI AU yang jatuh di Lanud Husein Sastranegara, Bandung, Senin (6/4), dalam upacara pemakaman di TMP Kalibata, Jakarta, Selasa (7/4).
Suara Pembaruan, Selasa 07 April 2009 [JAKARTA] Kecelakaan yang menimpa pesawat angkut militer Fokker 27/A-2703 di Bandung sehingga menewaskan 24 orang, sepantasnya membuka mata pemerintah untuk memodernisasi peralatan pertahanan negara. Untuk itu, TNI AU sebaiknya tidak lagi mengoperasikan pesawat tua, seperti F-27 yang naas, yang ternyata sudah berusia 33 tahun.
Demikian diungkapkan Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsma Bambang Sulistyo, dan pakar penerbangan Dudi Sudibyo, di Jakarta, Senin (6/4) dan Selasa (7/4). Bambang Sulistyo menjelaskan, TNI AU memprioritaskan modernisasi dan penggantian pesawat tua. Dia menambahkan, usia maksimal pesawat tempur adalah 25 tahun, dan pesawat angkut kurang lebih 30 tahun operasi. "Pesawat yang sudah tua tidak mungkin diperbaiki dan tidak mungkin digunakan lagi," katanya.
Dia menjelaskan, pihaknya menerjunkan Pasukan Penyidik Kecelakaan Pesawat Terbang (PPKPT) guna mengungkap penyebab kecelakaan. "Berdasarkan teori, umumnya ada empat penyebab, yakni faktor kesalahan manusia (human error), media (lingkungan dan keadaan cuaca), mesin, dan sistem," jelasnya.
Pesawat angkut tipe sedang F-27 yang naas tersebut adalah bagian dari Skuadron 2 Halim Perdanakusuma. Misi pesawat angkut ini adalah mendukung latihan penerbang tingkat lanjut dari Pasukan Khas TNI AU. Saat misi latihan penerjunan Pasukan Khas untuk keahlian khusus Para Lanjut Tempur angkatan XXXIII, pesawat mendarat dengan tidak sempurna, sehingga menabrak hanggar perawatan pesawat milik PT Dirgantara Indonesia, dan meledak.
Sementara itu, Dudi Sudibyo berpendapat keterbatasan anggaran perlu segera disikapi agar perawatan sejumlah peralatan militer termasuk pesawat bisa dioptimalkan. Kecukupan alokasi anggaran diharapkan menjadi jawaban, sebagai langkah preventif mencegah terjadinya kejadian fatal. Kondisi uzurnya pesawat bisa laik terbang jika perawatan maksimal.
Menurutnya dalam peristiwa tersebut banyak faktor yang berpotensi sebagai penyebabnya. Buruknya kondisi cuaca tidaklah bisa dijadikan alasan kuat. "Karenanya investigasi lebih lanjut perlu dilakukan. Karena sesaat akan mendarat pilot telah melihat landasan. Tapi kemudian diperkirakan angin kencang terjadi, atas buruknya cuaca. Atau apakah ada peralatan pesawat yang tidak bisa dikendalikan," paparnya.
Di sisi lain, Dudi memastikan pesawat TNI selalu dirawat dengan cermat, sebagaimana diamatinya langsung di tempat perawatan. Namun, ketika anggaran terbatas, onderdil pesawat otomatis tidak bisa dibeli.
Pesawat Fokker buatan Belanda ini dinilai paling baik. Dalam sejarah, sejak 1976 baru terjadi dua kecelakaan fatal, yakni sekitar tahun 1983 menabrak gunung di Jawa Barat semua awak tewas, dan terakhir di Bandung, Senin (6/4).
Panggil Kasau
Sementara itu, anggota Komisi I DPR yang membidangi pertahanan, Yorrys Raweyai mengatakan, komisinya akan memanggil Kepala Staf TNI AU (Kasau) Marsekal TNI Subandrio pada masa persidangan setelah pemilu legislatif, guna menjelaskan perihal kecelakaan tersebut dan masih dioperasikannya peralatan militer berusia tua.
Menurut anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar itu, pesawat F-27 yang kecelakaan di Bandung, sudah tidak laik terbang, sebab sudah berusia di atas 30 tahun, ditambah perawatan yang tak optimal.
Senada dengan itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sabam Sirait mengingatkan parlemen untuk memperkuat pengawasan terhadap operasional TNI. "DPR harus lebih keras dalam pengawasan, periksa semua pesawat dan jika ditemukan yang tidak laik terbang, segera cabut dari peredaran. Kecelakaan serupa selalu berulang," tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Presiden langsung memerintahkan Panglima TNI untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap sebab-sebab kecelakaan. "Presiden juga memerintahkan Panglima TNI melakukan pengecekan kelaikan terbang terhadap seluruh pesawat TNI AU," kata Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng.
Dimakamkan
Sementara itu, enam jenazah korban kecelakaan F-27 TNI AU dilepas Kasau di Hanggar Skuadron Udara 17 Halim Perdanakusuma oleh Kasau Marsekal Subandrio. Lima jenazah dimakamkan di TMP Kalibata, sedangkan jenazah Kapten Penerbang I Gede Agus Tirta Santosa dimakamkan di Bali. Sedangkan 18 korban lainnya dibawa ke kampung halaman masing-masing.
Kasau Marsekal Subandrio, saat memaparkan kecelakaan tersebut mengungkapkan, pesawat yang diterbangkan Kapten Penerbang I Gede Agus Tirta Santosa dan ko-pilot Letnan Dua Yudo ini menabrak hanggar yang tingginya sekitar 50 meter akibat cuaca yang buruk. "Pesawat itu laik terbang. Kalau tidak laik, penerbang juga tidak mau terbang," tegasnya.
Saat hendak mendarat, pilot melaporkan kondisi cuaca yang kurang baik. Berdasarkan data dari menara pengawas Lanud Husein Sastranegara, kekuatan angin pada pukul 01.00 WIB mencapai 20 knot. Padahal, satu jam sebelumnya, hanya mencapai 5 knot.
Buruknya cuaca itu juga terpantau dari berkurangnya daya pandang di menara pengawas. Saat kecelakaan terjadi, turun hujan deras yang disertai petir, mengakibatkan daya pandang hanya mencapai dua kilometer. "Tower (menara pengawas) tidak lihat apa-apa. Tahu-tahu asap muncul di hanggar," tambah Subandrio.
Kebetulan hanggar yang digunakan untuk memperbaiki dan merawat pesawat itu tengah tidak beroperasi karena memasuki jam istirahat. Tapi ledakan itu mengakibatkan dua dari empat pesawat dan 1 helikopter yang tengah dirawat terkena dampaknya. Pesawat NC-212 milik Deraya terhantam center wing, sedangkan sebagian badan Boeing-737 Batavia Air terkena api yang berkobar. | |
|