Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Golkar Siap Beroposisi PDI-P Merapat ke Beringin Thu Apr 23, 2009 3:57 pm | |
| Golkar Siap Beroposisi PDI-P Merapat ke Beringin
Suara Pembaruan, Kamois 23 April 2009Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla membuka Rapat Pimpinan Nasional Khusus (Rapimnasus) Partai Golkar di Jakarta, Kamis (23/4). Rapimnasus Partai Golkar yang dihadiri perwakilan DPD se-Indonesia guna membahas arah partai untuk Pemilihan Presiden. 2009.
[JAKARTA] Partai Golkar siap membuka sejarah baru, yakni menjadi oposisi, dan meninggalkan tradisi lama yang menjadi bagian dari pemerintahan. Sebab, disadari bahwa tujuan dari keduanya tetap sama, yaitu demi kepentingan bangsa.
"Bahwa nanti Golkar berhasil membangun pemerintahan yang kuat dengan partai-partai lain atau menjadi oposisi, tujuannya tetap sama, yakni kepentingan bangsa. Bahwa Golkar selama ini tidak terbiasa menjadi oposisi. Tetapi jika menjadi keharusan (sebagai oposisi), kita harus membiasakannya," tegas Ketua Umum DPP Partai Golkar, Jusuf Kalla (JK), saat membuka Rapat Pimpinan Khusus (Rapimnasus) Partai Golkar, di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (23/4). Penegasannya itu terkait dengan keputusan rapat pengurus harian Partai Golkar pada Rabu (22/4) mengenai diakhirinya upaya membangun koalisi dengan Partai Demokrat.
JK menegaskan, dalam menentukan koalisi, haruslah didasari prinsip saling menghormati dan menghargai kemitraan. "Partai Golkar harus bisa memilih sendiri koalisi, bukan ditentukan pihak lain," imbuhnya.
Pada kesempatan itu, dia juga menegaskan bahwa dia bertanggung jawab secara nasional terkait tidak tercapainya target 25 hingga 30 persen perolehan suara Partai Golkar pada Pemilu Legislatif, 9 April lalu. "Sebagai ketua umum, saya bertanggung jawab secara nasional. Saya tidak membela diri, tetapi mari kita evaluasi dan perbaiki untuk masa mendatang," ujarnya.
Dia mengungkapkan, kegagalan itu disebabkan beberapa hal. Antara lain, Partai Golkar tidak mampu memanfaatkan keberhasilan pemerintah secara maksimal. Meskipun demikian, dia mengklaim bahwa keberhasilan pemerintahan saat ini tidak terlepas dari konsep kader-kader Golkar, seperti bantuan langsung tunai (BLT), penurunan harga BBM, serta perdamaian di Aceh. "Baik buruknya pemerintahan saat ini adalah karya kemitraan kita bersama," katanya.
Faktor lain yang mengakibatkan merosotnya suara Golkar adalah banyaknya parpol peserta pemilu, khususnya parpol yang didirikan mantan kader Golkar, sehingga terjadi penyebaran suara. "Masalah daftar pemilih tetap (DPT) juga menjadi salah satu faktor, sebab banyak juga kader dan simpatisan Golkar tidak masuk DPT, sehingga kehilangan hak suara," jelasnya.
Menyusul sikap Golkar mengakhiri rencana koalisi dengan Demokrat, Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) Partai Demokra- si Indonesia Perjuangan (PDI-P) Taufiq Kiemas, didampingi Sekjen PDI-P Pramono Anung, bertemu Jusuf Kalla di rumah dinas wapres, Kamis pukul 19.30 WIB. Menurut Pramono, pertemuan tersebut untuk menjajaki komunikasi yang lebih intensif diantara kedua partai.
"Setelah Golkar secara terbuka menyatakan tak lagi dalam koalisi dengan Partai Demokrat, maka terbuka peluang yang lebar bagi PDI-P untuk membangun kerja sama politik dengan Golkar," katanya Kamis siang.
Setelah pertemuan ini, katanya, dilanjutkan pertemuan antara Megawati dan JK. Disinggung mengenai sikap Golkar dan PDI-P yang sama-sama ingin mengajukan capres, Pramono menjelaskan, dalam politik selalu akan ada jalan keluar.
Dukungan Belum Bulat
Akan tetapi, pilihan DPP Partai Golkar untuk mengakhiri rencana koalisi dengan Demokrat, ternyata belum didukung secara bulat oleh kalangan internal partai. Beberapa elite Golkar, seperti Yorrys Raweyai, Agung Laksono, Muladi, dan Fadel Muhammad, masih mendukung opsi untuk membangun koalisi yang permanen dengan Partai Demokrat selaku pemenang pemilu.
"Golkar sangat sulit menjadi oposisi, sebab tidak sesuai dengan platform, ideologi, dan juga karakter partai. Golkar dilahirkan untuk berkarya bagi bangsa. Berbicara tentang bangsa, berarti berbicara tentang pemerintahan," kata Yorrys sebelum pembukaan rapimnasus.
Menurutnya, Golkar belum menegaskan menutup kemungkinan koalisi dengan Demokrat. "Pernyataan pers kemarin adalah soal keputusan DPP Golkar yang akan dibawa ke rapimnasus. Mandat dari DPD I kepada Tim 3 Partai Golkar ternyata tidak memperoleh hasil yang maksimal, maka kerja tim tersebut dihentikan," jelasnya.
Dia menambahkan, mekanisme pengambilan keputusan tidak mutlak dari DPP, tetapi berdasarkan musyawarah. Di rapimnasus, DPD punya hak untuk pasif. "Pasti ada dinamika. Namun, yang penting adalah hasil akhir. Semua kemungkinan bisa terjadi, termasuk menggalang koalisi dengan PDI-P," sambungnya.
Dalam rapimnasus ini, hak suara hanya diberikan kepada DPP dan DPD tingkat I.
Senada dengan itu, Agung Laksono dan Muladi melihat Golkar masih memiliki opsi untuk bernegosiasi dengan semua parpol, termasuk Demokrat. "Semua bergantung hasil rapimnasus," jelas Muladi.
Ketua DPD Golkar Gorontalo Fadel Muhammad juga mengatakan hal yang sama. Dia menyayangkan sikap DPP yang terburu-buru menghentikan komunikasi politik dengan Partai Demokrat.
Sebelumnya, Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso menjelaskan, partainya belum menutup pintu rapat-rapat terhadap kemungkinan koalisi dengan Partai Demokrat, walaupun hasil rapat harian Partai Golkar sudah menyimpulkan tidak membangun koalisi dengan partai yang diperkirakan memenangi pemilu legislatif itu.
"Apakah Golkar menutup pintu rapat-rapat? Tidak. Tetapi, Golkar dalam posisi tidak meminta. Ini memang interpretatif. Tetapi, saya berpandangan tidak tertutup kemungkinan itu (berkoalisi dengan Demokrat)," kata Priyo.
Menyangkut status rencana koalisi dengan Demokrat, Priyo mengistilahkannya "meredup". "Golkar menganggap Demokrat sebagai 'saudara muda', tetapi tentu Golkar juga memiliki pilihan-pilihan politik," jelasnya.
Sejumlah pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar pun tampak belum bersikap tegas mendukung diakhirinya komunikasi politik dengan Demokrat. Wakil Ketua DPD Golkar Jambi, H Mardinal mengatakan, pihaknya akan mengikuti hasil rapimnassus, yang berorientasi pada pembentukan pemerintahan yang kuat.
Sebaliknya, Ketua DPD Golkar Jateng dan DI Yogyakarta, yakni Bambang Sadono dan Gandung Pardiman menegaskan, koalisi dengan Demokrat sudah buntu. Yang tersisa kini opsi untuk berdiri sendiri atau berkoalisi dengan partai lain.
"Kalau berdiri sendiri, apakah kita akan tetap mengusung JK atau ada figur lain. Begitu juga kalau mau berkoalisi dengan partai lain. Hingga saat ini Jateng masih mendukung JK," kata Bambang.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Hadi Utomo menampik sinyalemen banyak pihak, bahwa SBY menolak berdampingan kembali dengan JK. Menurutnya, Partai Demokrat baru bernegosiasi tentang jumlah cawapres yang akan diajukan Golkar.
"Demokrat meminta kepada tim negosiasi dari Partai Golkar agar mengajukan lebih dari satu nama," kata Hadi.
Sulit Raup Dukungan
Terkait wacana Golkar membentuk poros sendiri dalam pilpres nanti, pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudin Haris melihat hal itu bakal mempersulit Golkar meraup dukungan suara. "Golkar terbuka membuat koalisi sendiri namun nampaknya lebih condong dengan PDI-P," katanya.
Sebab, mengukur dukungan suara jika Golkar membangun poros sendiri, hanya tersisa kekuatan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sebab, Partai Amanat Nasional (PAN) lebih condong ke SBY. "Sejauh ini belum ada tanda-tanda Demokrat atau SBY menerima PPP," ujarnya.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Ari Dwipayana menyatakan Golkar akan diperhadapkan dua pilihan, poros baru atau merapat ke PDIP. Dua pilihan ini menyisakan konsekuensi yang harus diambil Golkar.
Konsekuensi Golkar dengan poros baru, harus mengumpulkan 10-15 persen suara. PPP, PAN, Gerindra, dan Hanura bisa diajak berkoalisi, meskipun PAN kecenderungannya sudah merapat ke kubu SBY. | |
|