Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Petinggi Polri Kompak Membantah Williardi Thu Nov 12, 2009 5:21 pm | |
| Petinggi Polri Kompak Membantah Williardi Suara Pembaruan, Kamis 12 November 2009Dugaan Rekayasa Kasus Antasari [JAKARTA] Tiga petinggi Mabes Polri menyangkal melakukan penekanan terhadap mantan Kapolres Jakarta Selatan Williardi Wizardd agar memberikan keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang menguatkan keterlibatan mantan Ketua KPK Antasari Azhar dalam kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain.
Bantahan ketiga pimpinan Polri, yakni Irjen Pol Hadiatmoko (staf ahli Kapolri), Brigjen Pol Irawan Dahlan (Kepala Provost Mabes Polri), dan Kombes Pol Mohammad Iriawan (Wakil Direktur Transkamnas Bareskrim Mabes Polri), disampaikan secara terpisah kepada SP di Jakarta, Kamis (12/11).
Sebelumnya bantahan serupa juga disampai Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Nanan Soekarna saat jumpa pers di Mabes Polri, Rabu (11/11). "Tanpa keterangan Williardi pun Antasari tetap patut dijadikan tersangka dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain. Williardi tidak langsung ditangkap begitu saja. Penangkapan mantan Kapolres Jakarta Selatan itu setelah adanya penyelidikan intensif yang sangat panjang," katanya.
Menurut Hadiatmoko pernyataan Williardi di persidangan yang menyebutkan bahwa penyidik Polri melakukan penekanan terhadap dirinya adalah tidak benar. Pemeriksaan Williardi berawal dari informasi yang diterima Polda Metro Jaya bahwa yang bersangkutan diindikasikan terlibat dalam pembunuhan Nasrudin Zulkarnain.
"Setelah info soal WW, saya juga menerima foto Jerry Lo dan Edo Ndopombete. Karena WW adalah perwira menengah berpangkat komisaris besar, lalu saya menghubungi Brigjen Iriawan Dahlan untuk menindaklanjuti info tersebut," ujar Hadiatmoko.
Hadiatmoko mengaku sempat menemui Williardi di rumahnya di kawasan Karawaci, Tangerang. "Saya tanya kepadanya apakah dia kenal dua nama ini (Jerry dan Edo, Red). Lalu Williardi bilang saya tidak kenal. Itu antara lain yang saya tanyakan kepadanya," ujar Hadiatmoko.
Dalam pembicaraan itu, lanjutnya, Williardi juga mengaku tidak pernah makan di Mal Cilandak Town Square, serta tidak menyerahkan sesuatu di arena Bowling di Ancol.
Karena Williardi tidak mengakui keterlibatannya dalam kasus itu, Hadiatmoko menyerahkannya kepada Pengamanan Internal (Paminal) Mabes Polri.
Lebih jauh dikatakan, 15 hari setelah kejadian itu, istri Williardi didampingi putrinya menemui Hadiatmoko. Keduanya meminta bertemu Williardi dengan alasan membicarakan masalah pembayaran pengacara. Permintaan itu dipenuhi.
"Saat bertemu, saya tidak pernah periksa BAP, lalu memperlihatkanya kepada istri Williardi. Setelah itu saya masih bertegur sapa dengan Williardi, saling menanyakan kabar. Jadi, tidak mungkin juga saya periksa pelaku pembunuhan," katanya.
Brigjen Pol Irawan Dahlan dan Kombes Pol Muhammad Iriawan membantah telah melakukan pemaksaan atau penekanan dalam pembuatan BAP. "Itu bohong. Yang bersangkutan hanya membela diri," ujar keduanya.
Menurut Iriawan penyidik tidak pernah memaksakan atau mengimingi Williardi agar mengakui terlibat dalam pembunuhan Nasrudin Zulkarnain atas perintah Antasari Azhar.
Iriawan yang kini menjabat Wakil Direktur I Bareskrim Polri mengungkapkan penyidik Polri mempunyai bukti kuat berupa rekaman kamera bahwa tidak ada pemaksaan saat menyidik Williardi.
"Pemaksaan tersebut tak mungkin dilakukan, karena Williardi yang berpangkat kombes mempunyai perangai yang lebih galak dari para penyidik," ujarnya.
Informasi yang diperoleh SP menyebutkan pengakuan Williardi membuat yang bersangkutan diperiksa kembali oleh bagian Profesi dan Keamanan (Propam) Mabes Polri, Kamis (12/11). Apolos Djara Bonga membenarkan informasi yang menyebutkan kliennya akan diperiksa kembali Propam Mabes Polri. "Memang ada informasi Pak Willi mau diperiksa. Tapi pemeriksaan belum tahu kapan dan di mana," katanya.
Reformasi Polri
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto mengatakan akan ada reformasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). "Adalah nanti," katanya singkat menjawab Antara, seusai menghadiri upacara serah terima jabatan Kepala Staf Angkatan Udara di Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah, Jakarta, Kamis (12/11).
Ketika didesak mekanisme reformasi di tubuh Polri, Djoko enggan berkomentar banyak. "Reformasi itu kan tidak mudah. Bicara reformasi kan tidak bisa sepotong-potong begini, perlu pembicaraan lebih panjang," katanya.
Sedangkan guru besar Universitas Indonesia, yang juga mantan polisi, Bambang Widodo Umar, mengaku prihatin dengan kejadian yang menimpa polisi. Hal itu menunjukkan polisi sama sekali tak profesional.
"Polisi bukan sekadar penegak hukum normatif, tetapi harus dapat menjadi pengayom masyarakat. Polisi harus bisa merasakan apa yang dirasakan masyarakat," katanya.
Testimoni Antasari
Secara terpisah, Sekretaris Tim Pencari Fakta (TPF) Denny Indrayana mengungkapkan, pada Kamis (12/11), TPF memeriksa penyidik Polda Metro Jaya yang mengusut kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain, dengan terdakwa mantan Ketua KPK Antasari Azhar. Pemanggilan ini untuk meminta keterangan siapa yang berinisiatif menyusun testimoni Antasari.
"Kami akan mencari tahu siapa yang berinisiatif pertama kali untuk membuat testimoni Antasari," kata staf Presiden bidang hukum itu. Dalam testimoninya, Antasari mengaku telah bertemu Direktur PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo di Singapura, pada Oktober 2008. Dalam pertemuan itu, kata Antasari, Anggoro mengaku telah mengalirkan uang Rp 6 miliar kepada pimpinan dan petinggi KPK. Testimoni inilah yang selanjutnya membelit dua pimpinan KPK nonaktif, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Dua pimpinan KPK nonaktif itu menjadi tersangka, dengan sangkaan penyalahgunaan wewenang dan pemerasan. Sebelumnya, Antasari mengaku testimoni tertanggal 16 Mei 2009 disusun atas instruksi penyidik polisi. Namun, hal itu dibantah Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen (Pol) Nanan Soekarna. "Testimoni itu adalah inisiatif Antasari," tegasnya. Saling tuding antara Antasari dan Polri inilah yang ingin digali kebenarannya oleh TPF. Sebab, hal ini menjadi kunci apakah penyidikan dan penetapan Bibit dan Chandra ada rekayasa atau tidak.
Wakil Ketua DPR Pramono Anung meminta Presiden Yudhoyono segera menyikapi laporan sementara TPF. "Jangan dibentuk, kalau rekomendasi tidak disikapi," katanya.
Pramono menilai perseteruan antara KPK dengan Polri dan Kejaksaan tak hanya menjatuhkan kredibilitas penegak hukum, tetapi juga kredibilitas hukum Indonesia. "Hukum kita dalam titik nadir," tegasnya. | |
|