Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Harapan Masyarakat terhadap SBY Mon Nov 23, 2009 4:06 pm | |
| Harapan Masyarakat terhadap SBY Suara Pembaruan, Senin 23 November 2009Chandra Kembali Jadi Pimpinan KPK[JAKARTA] Presiden SBY diharapkan memberi respons bijaksana dan tidak melukai hati rakyat yang mendambakan tegaknya keadilan dalam kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Untuk itu, semua rekomendasi tim pencari fakta (TPF) harus dijalankan Presiden, khususnya menghentikan kasus Bibit-Chandra sesuai koridor hukum dan mengembalikan keduanya sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Demikian rangkuman pendapat yang dihimpun SP, Minggu (22/11) dan Senin (23/11), dari anggota Komisi III DPR dari Fraksi Hati Nurani Rakyat, Sarifuddin Sudding, anggota DPD Sarah Leri Mboeik, pengamat politik Fadjroel Rachman, anggota TPF Amir Syamsuddin, Ketua Umum (Tanfidziyah) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH A Hasyim Muzadi, Anggota Komisi III DPR Chairuman Harahap, pakar politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, pengamat hukum dari Universitas Atma Jaya Jakarta, Daniel Yusmic, dan pengamat politik Universitas Nasional, Alfan Alfian, terkait respons SBY atas rekomendasi TPF yang disampaikan malam ini.
Menurut Sarifuddin Sudding, Presiden SBY harus mengambil langkah konkret dengan menindaklanjuti semua rekomendasi TPF dan bukan membuat pernyataan yang mengambang. Langkah konkret tersebut adalah menghentikan kasus hukum dan mengembalikan mereka sebagai pimpinan KPK.
Sarah Leri Mboeik meminta Presiden SBY mengakomodasi rekomendasi TPF seutuhnya. "Tim independen dibentuk untuk mengatasi kebuntuan hukum kasus Bibit-Chandra, sehingga sangat mengherankan bila Presiden tidak sepenuhnya menjalankannya," katanya.
Untuk itu, lanjutnya, penghentian kasus Bibit-Chandra, apakah melalui SP3, SKPP, atau deponir perkara, harus diikuti dengan langkah mengaktifkan kembali mereka di jajaran pimpinan KPK. "Keduanya juga harus direhabilitasi agar nama baik mereka selaku pimpinan KPK tidak tercoreng," tegasnya.
Fadjroel Rachman pun berharap Bibit-Chandra dikembalikan sebagai pimpinan KPK. "Bibit dan Chandra merupakan orang yang tepat dalam menangani kasus-kasus korupsi besar. Untuk itu, mereka harus kembali menjadi pimpinan, karena kebutuhan pemberantasan korupsi lebih penting," katanya.
Amir Syamsuddin berpendapat, keputusan apa pun yang diambil Presiden SBY apabila merujuk kepada rekomendasi TPF, sepenuhnya bagian dari sistem hukum pidana. "Jadi tidak ada alasan menyebutkan Presiden bertindak di luar koridor hukum apabila keputusannya mengadopsi butir-butir rekomendasi TPF. Justru seluruh kajian dari rekomendasi berpegang pada asas-asas dan sistem hukum," ucap Amir.
Mengenai posisi Bibit-Chandra, dia berpendapat status diberhentikan sementara dari jabatannya bisa dicabut apabila proses hukum keduanya tidak diteruskan. "Apabila proses hukum mereka dihentikan, mereka seharusnya dikembalikan kepada posisi semula," ujarnya.
Terkait hal itu, Kepala Biro Humas KPK, Johan Budi mengatakan jika Bibit dan Chandra dinyatakan tidak bersalah, otomatis keduanya kembali menjadi pimpinan KPK. Sebab, tiga pimpinan KPK saat ini bersifat sementara, yakni Tumpak Hatorangan Panggabean menggantikan Antasari Azhar, Mas Achmad Santosa menggantikan Chandra M Hamzah, dan Waluyo menggantikan Bibit Samad Rianto. "Jika memang Bibit dan Chandra kembali ke KPK, maka dua pimpinan sementara akan diberhentikan. Tiga pimpinan sementara diangkat berdasarkan Keppres, maka diberhentikan juga berdasarkan Keppres," katanya.
Bijaksana
Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH A Hasyim Muzadi meminta SBY bijaksana merespons TPF. "Respons atas rekomendasi TPF bisa dilakukan tanpa menyakiti mereka yang mungkin oleh TPF direkomendasikan untuk 'diamputasi'," katanya.
Anggota Komisi III DPR Chairuman Harahap menyatakan jika pembuktian kasus Bibit-Chandra tidak kuat, kasus tersebut harus dihentikan. Setelah itu, secara otomatis keduanya bisa kembali menjadi pimpinan KPK.
Mengenai tuntutan perombakan manajemen Kepolisian dan Kejaksaan, Chairuman menyatakan dukungannya, karena perubahan itu sangat penting.
Sedangkan Arbi Sanit menyatakan Presiden berkewajiban menghentikan kasus tersebut dengan meminta Kepolisian mengeluarkan SP3 dan Kejaksaan menerbitkan SKPP. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia, lanjutnya, Presiden wajib mereformasi lembaga-lembaga penegak hukum. "Rekaman percakapan Anggodo adalah bukti kuat leluasanya praktik mafia peradilan. Semua lembaga penegak hukum harus direformasi," tuturnya.
Sejalan dengan itu, Daniel Yusmic menyatakan Anggoro dan Anggodo Widjojo harus diproses sesuai hukum yang berlaku. "Kepolisian harus pro-aktif untuk memproses mereka," katanya.
Alfan Alfian menambahkan, Anggodo Widjojo harus segera dijadikan tersangka sebelum menimbulkan prasangka buruk dari publik. | |
|