www.paguyubanpulukadang.forumotion.net
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
www.paguyubanpulukadang.forumotion.net


 
IndeksIndeks  PortalPortal  Latest imagesLatest images  PencarianPencarian  PendaftaranPendaftaran  LoginLogin  
Pencarian
 
 

Display results as :
 
Rechercher Advanced Search
Latest topics
» Kudeta Hancurkan Bangsa
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyTue Oct 19, 2010 3:27 pm by Admin

» SBY Bertemu 7 Pimpinan Lembaga Negara di MPR
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyMon Oct 18, 2010 3:18 pm by Admin

» Urbanisasi Tak Terbendung, Jabodetabek Makin Kumuh
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyThu Oct 14, 2010 3:26 pm by Admin

» HALAL BIL HALAL 1431H KERUKUNAN KELUARGA BESAR JATON JAKARTA ( KKBJJ )
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyMon Oct 11, 2010 9:25 am by Admin

» HALAL BIL HALAL 1431 H PKBP JABODETABEK
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyMon Oct 11, 2010 9:23 am by Admin

» Yang Kami Tolak Bukan Kristen, Tapi Kristenisasi
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyThu Sep 23, 2010 6:32 pm by Admin

» 5,4 Juta Komuter Serbu DKI Jakarta Setiap Hari
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyThu Sep 23, 2010 6:29 pm by Admin

» Gila! Al Quran Jadi Dibakar di Amerika
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptySun Sep 19, 2010 3:49 pm by Admin

» PROJECT BLUE BEAM
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyMon Sep 13, 2010 5:55 pm by Admin

» Demokrasi Belum Wujudkan Kesejahteraan dan Keadilan
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptySun Aug 15, 2010 7:21 pm by Admin

» Potret Kemiskinan Indonesia 69% Pekerja Ada di Sektor Informal
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyFri Aug 06, 2010 2:17 pm by Admin

» Mengenal Lebih Dekat Hepatitis
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyWed Jul 28, 2010 11:39 pm by Admin

» Alasan Sesungguhnya Mengapa AS Menyerang Iraq
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyTue Jul 20, 2010 11:04 am by Admin

» AS Rahasiakan Obat Kanker dari Buah Sirsak
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyTue Jul 20, 2010 9:18 am by Admin

» Politik Anggaran, Prorakyat atau Birokrat?
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyMon Jul 19, 2010 5:52 pm by Admin

» Bingung Pastikan Arah Kiblat? Klik Qibla Locator
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptySun Jul 18, 2010 8:10 am by Admin

» Inilah Kisah Ilyas dalam Injil Barnabas
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyFri Jul 02, 2010 10:03 pm by Admin

» Pasar Taruhan Jagokan Brasil
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyFri Jul 02, 2010 3:17 pm by Admin

» Jepang Lawan Paraguay di 16 Besar
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptySat Jun 26, 2010 3:46 pm by Admin

» Sinyal Alquran tentang Bintang Runtuh di Pusat Galaksi
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyMon Jun 21, 2010 12:04 pm by Admin

Navigation
 Portal
 Indeks
 Anggota
 Profil
 FAQ
 Pencarian

 

 Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi

Go down 
PengirimMessage
Admin
Admin



Jumlah posting : 2244
Registration date : 31.08.08

Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi Empty
PostSubyek: Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi   Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi EmptyTue Sep 30, 2008 3:54 am

Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi

Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi 29chaide
Oleh Chaider S Bamualim
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Research Fellow di NUS Singapura


Setelah berpuasa sebulan penuh, umat Islam akan merayakan Idul Fitri dengan suka cita. Secara simbolik, Idul Fitri berarti pernyataan kembali ke fitrah. Tetapi, fitrah seperti apakah yang ingin dirayakan? Jawabannya tentu sangat terkait dengan bulan Ramadan, di mana takwa menjadi tema sentralnya.

Tema yang acapkali dikhotbahkan di mimbar Ramadan maupun Idul Fitri, tapi toh kita tak kunjun menyaksikan hadirnya model takwa dalam realitas sosial. Yang ada hanya Ramadan dan Lebaran berlangsung berulang setiap tahun, diakhiri dengan salat Idul Fitri.

Sebagian umat berhasil mengisi kekosongan spiritualnya sejenak dengan khusuk, sebagian hanya lapar, menghamburkan uang dan berhura-hura, sebagian lagi menikmati bisnis Ramadan dan Lebaran dengan senang.

Tiga Makna

Idul Fitri sebagai muara prosesi Ramadan, mengandung tiga makna penting, yakni keimanan, kedermawanan, dan toleransi. Ketiga aspek ini harus dirayakan secara bersama.

Dasar moralnya adalah perintah takwa yang juga menjadi obsesi Ramadan. Dalam Al-Quran dinyatakan bahwa puasa diperintahkan supaya "kalian bertakwa" (Q:2:183). Secara harafiah, takwa berarti "takut kepada Allah".

Al-Quran acapkali mengaitkan takwa dengan beberapa hal lainnya, yakni iman dan salat, infak, mengekang amarah, serta memaafkan sesama. Berimbang dan koheren antara aspek langit dan bumi, antara teosentrisme dan antroposentrisme. Koherensi yang apik antara keimanan, kedermawanan, dan toleransi.

Nilai-nilai inilah yang lazim menjadi landasan moral dan sikap kaum muslimin pasca-Idul Fitri. Secara individual, banyak kalangan Islam memahami dan mengamalkan moralitas itu dengan baik, namun secara kolektif, fondasi penting ini masih berfungsi sebatas retorikal dan belum menjelma dalam tradisi dan etika sosial umat Islam.

Keimanan dan Toleransi

Keimanan atau ketakwaan terkait erat dengan perintah mengekang amarah (Quran: kazim ghaidh) dan memaafkan sesama manusia (Quran: 'afina 'aninnas). Saya formulasikan keduanya dalam istilah toleransi atau juga sabar.

Pesan ini jelas dan kuat. Tapi di sini pula terletak kontradiksi dalam masyarakat. Misalnya, sering kita menyaksikan kekerasan atas nama agama pada bulan Ramadan ataupun di waktu lainnya. Ini paradoks dan kontradiktif! Kekerasan menunjukkan tidak toleran dan tidak sabar dalam beragama. Kekerasan juga menunjukkan kepribadian yang lemah dan ketidakberdayaan.

Keimanan adalah percaya dan berserah diri kepada Tuhan. Orang beriman harus sadar bahwa dia beriman kepada Tuhannya karena tidak percaya zat selain Dia. Imannya terbentuk karena ketidakpercayaaan (pada yang lain). Selalu ada dialektikal, sebuah proses yang dinamis.

Rasulullah menyatakan iman, itu fluktuatif, bisa naik, bisa turun, dan bahkan sirna. Artinya, orang beriman bisa saja berubah menjadi kafir. Sebaliknya orang kafir suatu saat bisa beriman bila Tuhan memberinya petunjuk (hida- yat).

Karenanya, realitas yang kafir di luar kita adalah misteri. Artinya, kita tidak boleh melihatnya secara apriori. Hanya Tuhan yang Mahatahu dan berhak membuat mereka beriman, membiarkan mereka kafir, atau menghukum mereka.

Bukan hak kita memaksakan mereka beriman atau menjalankan syariat, apalagi dengan paksaan atau kekerasan. Ini sikap keimanan yang tidak toleran. Kontradiktif dengan spirit takwa, yakni mengendalikan amarah. Atau juga prinsip menjalankan syariat yang menghendaki niat tulus dan ikhlas.

Syariat hanya bermakna apabila dijalankan dengan niat baik dan ikhlas, dengannya seseorang berhak mendapatkan pahala. Adapun, orang yang tidak beribadah, katakanlah tidak berpuasa, hanya Tuhan yang berhak menghukumnya, bukan manusia. Kecuali bila manusia ingin merampas hak-Nya.

Orang hanya bisa menganjurkan orang lain taat pada syariat dengan santun. Selanjutnya terserah. Itulah hakikat dakwah, mengajak orang lain dengan persuasif dan santun. Kesantunan merupakan moralitas dakwah yang hakiki. Berdakwah tanpa moralitas adalah sia-sia. Fitrah manusia itu sendiri adalah santun, toleran, dan condong kepada kebenaran (alhanifiyah samhah).

Karenanya, dengan fitrahnya manusia akan condong pada keimanan, apalagi bila ia dituntun dengan baik. Manusia cenderung menolak atau bahkan melawan apabila didekati dengan kasar. Tidak sulit memahaminya, karena kita dapat mengalaminya setiap hari.

Selain itu, prinsip iman, ikhlas, serta adanya pahala dan dosa, juga mengharuskan setiap Muslim beribadah de- ngan tulus tanpa menuntut penghormatan. Kebiasaan sebagian umat Islam yang menganjurkan orang lain menghormati mereka pada bulan Ramadan adalah tidak patut.

Sebagai sesama warga negara, lazimnya orang saling menghormati, tapi bukan meminta dihormati. Bahkan orang yang berpuasa pun berkewajiban menghormati mereka yang tidak berpuasa. Termasuk dalam kaitan ini, menghormati mereka yang mencari nafkah dengan berjualan makanan di bulan Ramadan. Sebab ada banyak orang yang tidak wajib berpuasa, terutama nonmuslim, termasuk muslim musafir, sakit, atau perempuan yang berhalangan. Mereka berhak mendapatkan makanan dari jasa dan layanan publik.

Dengan bersikap demikian, sama sekali tidak mengurangi mutu puasa seseorang. Seseorang yang niat berpuasa dengan iman dan ikhlas, dia tak akan mem- batalkan puasanya hanya karena orang lain berjualan makanan di sekitarnya. Dengan menghormati dan toleran terhadap orang yang tidak berpuasa, dengan sendirinya kita dihormati. Itulah prinsip resiprokal dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, termasuk dalam kehidupan keberagamaan kita. Sabar dan toleran merupakan inti keimanan.

Iman dan Kedermawanan

Titik sentral berikutnya dari Idul Fitri adalah keimanan dan kedermawanan. Secara sosial, kembali ke fitrah berarti juga bersedia berperan aktif menyejahterakan masyarakat guna mewujudkan tatanan sosial yang penuh rahmat. Dengan kata lain, keimanan yang transedental mesti melandasi relasi sosial, di mana setiap individu dan kelompok diharapkan peduli terhadap sesama, apalagi terhadap mereka yang kurang mampu.

Dasar moralnya adalah perintah berzakat dalam Alquran, dan teladan Rasulullah.

Tapi, selain harus berlandaskan keimanan, menjalankan perintah zakat harus berdasarkan akuntabilitas agar tidak mendistorsi misi, tujuan dan manfaat berzakat. Iman harus diikuti tata kelola pelaksanaan kebajikan (amal soleh). Tragedi zakat di Pasuruan beberapa waktu lalu, misalnya, contoh distorsi misi dan tujuan zakat. Gambaran keimanan dan kedermawanan tanpa akuntabilitas.

Berulangnya peristiwa distribusi zakat yang menelan korban dari tahun ke tahun, menunjukkan lemahnya pemahaman kita mengenai gagasan zakat. Zakat adalah ide tentang pentingnya peduli terhadap fakir miskin. Karenanya, secara substansial diskursus zakat mengandaikan redistribusi kekayaan kepada golongan lemah dalam masyarakat secara akuntabel. Ini mensyaratkan adanya komitmen moral, aturan main yang jelas, serta strategi pengorga- nisasian secara profesional dan bertanggung jawab, sebagai wujud ketakwaan dan akuntabilitas seorang muslim. Dengan keimanan, kedermawanan dan toleransi seorang muslim berhak me- rayakan hari raya karena ia berhasil "mudik ke fitrahnya" yang otentik.

Mudik dan Idul Fitri

Mudik, dalam kamus John M Echols-Hasan Shadily diartikan, home to the village; pulang kampung. Sebuah pesta khas tahunan yang dinantikan jutaan orang. Sebagai peristiwa budaya, boleh jadi mudik tak ada bandingannya sejagat. Selain penuh makna, mudik dirayakan dalam sesi Lebaran bersama kerabat de-ngan penuh haru dan ceria.

Tujuan sakralnya merajut kembali ikatan batin yang barangkali retak di tahun silam. Motif batin untuk silaturahmi membuat pelbagai hambatan di jalan, seperti macet, penat, serta berdesakan dalam kendaraan, tak jadi soal. Bagi pemudik, yang penting pulang dan sampai di rumah dengan selamat. Artinya, mudik harus dengan tekad. Tekad untuk pulang kampung, kembali ke asal muasalnya, kembali ke fitrahnya yang otentik sebagai sumber kebahagiaan hakiki untuk menjadi muslim yang fitri.

Dalam bahasa yang konkret, saya merumuskan Muslim yang fitri adalah yang beriman dan berserah diri kepada Tuhannya, peka, dan toleran. Ini juga relevan dengan sikap moderat Islam (din wasathan). Secara lebih terperinci, kembali ke fitrah berarti menjadi muslim yang beriman serta bertanggung jawab mewujudkan tatanan sosial yang sejahtera dan damai. Fitrah juga berarti suci bersih.

Dalam hadis, fitrah diartikan sebagai kembalinya manusia ke eksistensinya yang secara alamiah suci-bersih. Di sini terlihat jelas resonansi positif terhadap manusia. Jadi, gagasan Idul Fitri juga berkaitan erat de- ngan pandangan yang optimistis tentang manusia.

Almarhum Nurcholish Madjid sering menggunakan makna fitrah untuk menggambarkan Islam sebagai agama kemanusiaan (Madjid, 1991). Dengan demikian, mudik, pulang kampung, atau kembali ke fitrah, adalah wacana yang bermula dari keimanan dan individu sebagai titik sentral, tetapi bertujuan merestorasi martabat kemanusiaan sebagai titik sentral. Ini harus menjadi agenda kolektif umat Islam sejak hari ini.

Setelah berpuasa sebulan penuh disertai aktivitas sosial lainnya, seorang muslim harus bertekad mengintegrasikan nilai-nilai keimanan, kedermawanan, dan toleransi ke dalam dirinya. Bila enggan mengemban tugas moral ini, berarti ia gagal kembali ke fitrahnya. Kepribadiannya sebagai muslim merosot.

Adapun, bagi yang bertekad, mereka berhak merayakan Idul Fitri secara sukacita, merayakan keimanan mereka, me- rayakan kedermawanan terhadap yang lemah, dan me-rayakan toleransi di antara sesama umat manusia. Mari bersama-sama merayakannya! Selamat Idul Fitri. Minal Aidin Wal Faizin.
Kembali Ke Atas Go down
https://paguyubanpulukadang.forumid.net
 
Merayakan Keimanan, Kedermawanan, dan Toleransi
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Ketangguhan dan Keimanan Warga Gaza Menakjubkan
» Sultan Saladin, Panglima yang Penuh Toleransi

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
www.paguyubanpulukadang.forumotion.net :: Tampilan Portal :: Multy News-
Navigasi: