Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Menyikapi Orang yang Pindah Agama Mon Oct 27, 2008 1:40 pm | |
| Menyikapi Orang yang Pindah Agama SUARA PEMBARUAN DAILY Perpindahan agama adalah bentuk percakapan yang terjadi di tengah peta buta kenyataan sosial dan personal yang semakin kompleks akhir-akhir ini
Konversi agama atau lebih dikenal dengan istilah pindah atau alih agama, selalu menjadi topik yang menarik walau masalah ini bukanlah hal baru di tengah masyarakat. Fenomena ini masih dipandang sebagai hal yang tidak biasa, walau kerap diberitakan melalui televisi dan media lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pdt Dr Martin L Sinaga tentang alih agama, yang juga dijadikan sebagai orasi ilmiah dalam rangka perayaan Dies Natalis ke-74 Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (STTJ) baru-baru ini, ada beberapa modus konversi, mengapa seseorang beralih agama di Indonesia. Pertama, ia masuk dunia Kristen Modern, kedua, untuk menemukan identitas sosial, dan ketiga, demi menemukan identitas diri.
Modus konversi awal dari kekristenan di Indonesia, yaitu masuk dunia Kristen Modern tergambar pada kisah Jaulung Wismar Saragih yang berasal dari Simalungun, Sumatera Utara. Ia menerima baptisan air dalam usia yang cukup dewasa, yaitu 22 tahun. Baptisan dewasa itu membuatnya sempat mempermasalahkan makna konversi. Sesekali dia percaya kepada Tuhan, tetapi kadang-kadang dia bimbang dengan pikirannya. Namun, untuk dapat ikut ujian ke sekolah guru pada waktu itu, dia diminta untuk dibaptis bersama dengan seorang bernama Jilam, keluarga dari mertua mereka. Hal tersebut membuktikan bahwa hal yang fundamental atau mendasar bagi Saragih untuk melakukan konversi dari Kristen Awal menjadi Kristen Modern adalah faktor keluarga. Dengan itu, berarti dia senantiasa membawa hal yang baru diterimanya ke dalam konteks keluarganya dan manfaat bagi kehidupannya sendiri. Gambaran tentang modus kedua, yaitu konversi untuk menemukan identitas sosial, terdapat pada agama Islam. Penelitian Martin menyangkut modus yang kedua ini dilakukannya di desa Tengger, Jawa Timur, pada Juni 2008 lalu. Tengger dikenal dengan ikatan kekerabatan dan kepercayaannya terhadap agama tradisional. Agama tersebut bersifat kompleks dan akar sejarahnya terpengaruh oleh Hinduisme yang dilakoni dalam ritual kehidupan komunitas di sana. Ada pula sebuah komunitas muslim yang kuat, yang berlokasi di dekat desa Tengger, di mana masyarakatnya memegang teguh sebentuk Islam puritan. Komunitas-komunitas yang berbeda itu, sebelumnya hidup dalam suasana harmonis bertetangga, sebagaimana sudah lumrah dalam budaya Jawa. Modus konversi ketiga, menemukan identitas diri, ini tergambar pada kasus yang terjadi pada seorang ayah bersama putrinya yang ingin masuk agama Islam. Putri dibawa ayahnya kepada Martin untuk mendapatkan nasihat bahwa agama Kristen adalah agama yang sungguh benar. Putri mengaku telah menjadi pengiring pujian jemaat selama 10 tahun lebih, dan kini hatinya selalu membayangkan tawaf, yaitu kegiatan ibadah dengan mengelilingi Mekkah, dan ia ingin sekali umroh. "Setiap kali saya melihat biro perjalanan umroh, hati saya selalu tergetar," ungkap Putri, seperti ditiru Martin.Dari kasus itu, jelaslah bahwa dalam dunia yang cair ini, telah menyergap setiap orang untuk menemukan diri terus-menerus, atau kalau pasrah maka manusia itu sendiri akan hidup dari satu produk konsumsi ke produk lainnya. Salah satu jalan untuk mengalami dan menemukan diri adalah dengan cara memindahkan diri, seperti yang terjadi pada konversi agama. Ini semua membuktikan bahwa daya ikat institusi-institusi tradisional seperti agama, adat, bahkan keluarga kini semakin melemah, terlebih di hadapan diri yang merana mencari ketetapan hidup. Martin mengimbau untuk lebih optimistis dan terbuka kepada orang- orang yang berpindah agama, sebab perpindahan agama adalah bentuk percakapan yang terjadi di tengah peta buta kenyataan sosial dan personal yang semakin kompleks akhir-akhir ini. [WWH/R-8] | |
|