Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Mengarungi Gejolak Ekonomi Global Mon Nov 17, 2008 2:42 pm | |
| Mengarungi Gejolak Ekonomi Global Oleh Ekonom CSIS Pande Radja Silalahi Sebelum memasuki tahun 2009, perputaran roda ekonomi Indonesia terganjal dampak krisis keuangan yang bermula di AS dan telah menjalar ke berbagai negara. Pengalaman buruk ketika krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997, menjadikan unit-unit ekonomi di negara ini sangat sensitif terhadap peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan ekonomi. Berita tentang krisis keuangan yang melanda AS segera ditanggapi para pelaku bisnis di Indonesia, yang kadang- kadang berlebihan, sehingga sangat merugikan perekonomian nasional.
Terpilihnya Barack Husein Obama sebagai Presiden AS yang ke-44 pada 4 November 2008 merupakan peristiwa sejarah yang sangat mencengangkan, menebar optimisme pada masyarakat dunia. Di bawah kepemimpinan Obama, tumbuh dan berkembang keyakinan bahwa krisis yang melanda dunia, khususnya negara maju, akan dapat diatasi dalam waktu relatif singkat. Sejauh mana hal ini akan menjadi kenyataan, kelihatannya perlu dikaji secara proporsional agar tepat tanggapan yang diberikan.
Krisis keuangan (ekonomi) yang tengah melanda, menyebabkan kekuatan ekonomi bergeser lebih cepat dari AS dan Eropa, ke Asia dan negara lainnya. Pergeseran kekuatan ekonomi itu jelas terlihat dari angka pertumbuhan ekonomi negara-negara di Asia yang jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi AS dan negara-negara Eropa dua dekade belakangan ini.
Bila disimak, dapat dikatakan faktor penyebab terjadinya krisis keuangan ini antara lain pemberian kredit di AS yang tidak terarah dan tidak prudent. Perkembangan rekayasa finansial (financial engineering) di luar kendali, dimungkinkannya pergerakan aset keuangan yang semakin cepat, serta sikap boros dan manja masyarakat di negara maju.
Seperti diketahui, cikal bakal terjadinya krisis keuangan di AS adalah pemberian kredit perumahan yang kurang hati-hati (prudent) oleh bank dan lembaga keuangan. Peningkatan suku bunga yang dipicu kenaikan harga bahan pangan dan energi menyebabkan kredit macet dalam jumlah yang besar. Akibat selanjutnya, perusahaan dan/atau lembaga keuangan yang menyediakan kredit dan yang menjamin kredit, mengalami kerugian sehingga krisis keuangan tidak terhindarkan.
Sebagian ekonom dan pembuat keputusan di AS dan di Eropa yakin sistem kapitalisme mempunyai built in mechanism untuk mengoreksi dirinya sendiri sehingga intervensi pemerintah harus dihindari. Para penganut pemikiran ini bagian terbesar bernaung di bawah Partai Republik. Dengan gambaran ini, dapat dipahami mengapa Presiden Bush terlambat mengambil tindakan (intervensi).
Kenyataan menunjukkan, sebelum ekonomi menemukan ekuilibrium (titik kese-imbangan) baru, sebagian terbesar masyarakat tidak mampu dan rela memikul beban yang muncul dari krisis ter-sebut. Akibatnya, kandidat Partai Republik kalah telak.
Dengan kemenangan meyakinkan itu, terbuka peluang lebih besar bagi Presiden Obama menerapkan kebijakan yang memerlukan dukungan legislatif.
Walau demikian, di tahun-tahun awal kepemimpinannya, Presiden Obama akan menghadapi tantangan berat.
Tahun anggaran 2009 Presiden Obama akan mengimplementasikan anggaran yang telah disetujui sebelumnya. Data anggaran yang dipublikasikan Gedung Putih menunjukkan, pada tahun fiskal 2009, AS masih mengalami defisit, dan baru dapat hilang tahun 2012.
Sudah lama AS mengalami twin deficit (defisit ganda) yaitu defisit APBN dan defisit transaksi berjalan. Untuk menutupi defisit tersebut, AS berusaha menciptakan capital account yang positif dan utang pemerintah. Lima tahun ke depan, AS merencanakan terus menciptakan utang ke publik dengan pengurangan yang berarti dari tahun ke tahun. Pada tahun fiskal 2008, total penerimaan federal mencapai 17,6 persen dari PDB, serta penerimaan pajak penghasilan perorangan dan perusahaan sekitar 11 persen.
Dari data tersebut dapat diperkirakan, untuk menciptakan atau menggerakkan ekonomi lebih cepat, AS membutuhkan dana yang sangat besar. Selama bertahun-tahun AS mengalami kesenjangan antara tingkat tabungan dan tingkat investasi (capital formation). Dengan keterlibatannya dalam kegiatan militer di Irak, Pakistan, dan Afghanistan, kemampuan AS menggerakkan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja untuk menekan tingkat pengangguran yang mencapai 6 persen pada kuartal terakhir tahun 2008, merupakan pekerjaan sulit. Sebagai contoh, pada tahun fiskal 2008, pengeluaran untuk pertahanan militer AS mencapai hampir US$ 600 miliar atau sekitar 4,16 persen dari PDB atau hampir 20 persen dari seluruh pengeluarannya.
Janji kampanye Obama, memotong pajak para pekerja dengan pendapatan rendah dan menaikkan pajak bagi mereka (perusahaan) menengah ke atas, memberi insentif bagi perusahaan domestik yang menambah pekerjanya dan mengenakan disinsentif bagi perusahaan yang meninggalkan AS. Menyimak perkembangan dewasa ini, skeptisme terhadap program Obama tersebut tidak dapat diabaikan.
Pengalaman berbagai negara menunjukkan, sebagian besar sumber investasi berasal dari mereka (perusahaan) yang berpendapatan tinggi. Kalau pengalaman empiris ini masih berlaku di AS, berarti penciutan investasi akan diatasi dengan penciptaan utang yang lebih besar. Akibatnya, akan terjadi persaingan yang semakin ketat antara AS dan negara-negara lain untuk memperebutkan dana.
Pada 6 November 2008, IMF mengumumkan survei perkembangan ekonomi dunia. Output dunia tahun 2009 diperkirakan hanya tumbuh 2,2 persen. AS dan wilayah Uni Eropa akan mengalami pertumbuhan negatif, masing-masing minus 0,7 persen dan minus 0,5 persen.
Pertumbuhan output negara berkembang di Asia, yaitu Tiongkok dan India lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, yaitu masing-masing menjadi 8,5 persen dan 6,3 persen. Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut dibarengi oleh pengerutan pertumbuhan volume perdagangan. Bila dalam beberapa tahun sebelum 2008 volume perdagangan dunia tumbuh di atas 7 persen, pada tahun 2009 diproyeksikan tumbuh sekitar 2,1 persen. Dari paparan itu jelas bahwa krisis ekonomi yang melanda AS tengah menyebar ke negara-negara lain termasuk Indonesia.
Pengaruh Melalui Perbankan
Wujud dari dampak krisis keuangan AS terhadap Indonesia antara lain adalah ketatnya persaingan memperebutkan dana di pasar dunia dan tekanan berat pada perdagangan internasional. Pada putaran pertama, perusahaan-perusahaan AS dan Eropa yang terkait dengan kredit perumahan di AS (subprime mortage) akan melakukan konsolidasi dengan menarik dananya ke kantor pusatnya. Putaran pertama tengah berlangsung yang jelas terlihat keringnya likuiditas pada sektor perbankan dan makin sulit memperoleh dana dari pasar modal dunia.
Pengalaman pahit dari krisis ekonomi yang melanda tahun 1997 menjadikan perbankan di Indonesia lebih hati-hati melakukan kegiatannya. Data menunjukkan bahwa perbankan Indonesia masih relatif baik. Pada akhir kuartal ketiga tahun 2008, LDR masih berada pada kisaran 77,7 persen, Net Performing Loan berada pada kisaran 3,32 persen. Secara keseluruhan, perbankan masih mencatat keuntungan hingga akhir September 2008 lebih besar dari keuntungan setahun penuh tahun 2007. Walau demikian kehati-hatian terhadap faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perbankan perlu ditingkatkan. Pengaruh pengeringan likuiditas tidak sama bagi semua bank. Ada bank yang mulai mengalami kesulitan dana sehingga menawarkan bunga yang jauh lebih tinggi dari bank lainnya yang masih kelebihan dana.
Sayangnya, dalam situasi terjadinya pengeringan likuiditas, trust di antara para pengelola perbankan justru menciut kalau tidak sirna. Akibatnya, kegiatan pinjam-meminjam antar bank tidak berlangsung dengan baik. Masing-masing bank berusaha mengamankan dirinya terlebih dahulu. Walaupun bank tertentu memiliki kelebihan dana, namun tidak berani meminjamkan dananya pada bank yang membutuhkannya. Dalam situasi seperti ini terjadi perbedaan tingkat bunga yang ditawarkan oleh masing-masing bank.
Perebutan dana di pasar uang internasional akan terus berlangsung dalam tiga atau empat tahun mendatang. Dengan demikian, perbankan nasional harus dan akan memberi perhatian yang lebih besar bagi pemanfaatan dana yang bersumber dari dalam negeri. Ketercukupan dana akan menentukan arah suku bunga bank.
Otoritas moneter dan pemerintah telah melakukan tindakan nyata untuk membantu perbankan, seperti melakukan perubahan pada giro wajib minimum (GWM), memperlancar transaksi antar bank. Di samping itu, otoritas moneter memutuskan untuk menjamin simpanan masyarakat yang ditempatkan pada perbankan hingga Rp 2 miliar. Dengan jaminan tersebut, sebagian besar dana masyarakat masih bersifat liar sehingga nilai tukarnya mengalami fluktuasi yang relatif besar. Berhadapan dengan hal ini terhitung mulai tanggal 13 November 2008, BI memberlakukan ketentuan baru yang menyangkut transaksi Valuta Asing. Pada intinya ketentuan ini mengatur bahwa pembelian valuta asing sebesar US$ 100.000 dan lebih harus jelas peruntukannya. Dengan pengawasan ketat, sasaran yang ingin dicapai dengan kebijakan ini yaitu penyesuaian rational nonspekulatif antara permintaan dan penawaran valuta asing kemungkinan dapat diwujudkan.
Belakangan ini, usul agar pemerintah menerapkan penjaminan penuh atas dana masyarakat di perbankan (blanket guarantee), semakin gencar dikemukakan. Namun, melihat perkembangan tidak ada jaminan bahwa simpanan di atas Rp 2 miliar akan menjadi jinak dan terlalu besar risiko yang akan dipikul pemerintah bila ada bank yang gagal bayar, pemerintah cenderung menerapkan kebijakan mengontrol transaksi devisa. Tahun ini, dan tahun-tahun mendatang dampak negatif ke sektor perbankan akan dapat diredam manakala masyarakat dan perbankan tidak panik. Bila otoritas dapat memfasilitasi bank-bank pelaksana dengan baik berdasarkan kekuatan yang ada, tampaknya dampak krisis keuangan yang melanda dunia akan dapat diredam oleh perbankan di Indonesia.
Perdagangan Internasional
Beberapa tahun terakhir ini, perdagangan internasional Indonesia menunjukkan perkembangan menggembirakan. Tahun 2005, 2006, 2007 dan 8 bulan pertama tahun 2008 nilai tolal ekspor Indonesia meningkat masing-masing sebesar 19,7 persen, 17,6 persen, 13,2 persen dan 29,9 persen. Artinya, Indonesia tetap surplus dalam jumlah yang signifikan. Yang menarik, delapan bulan pertama tahun 2008 impor Indonesia naik tajam dan di dalamnya termasuk impor bahan baku, bahan penolong dan barang modal meningkat masing-masing 96,6 persen dan 95,4 persen. Perkembangan ini menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi Indonesia sedang menggeliat dengan lebih cepat.
Sangat disayangkan, krisis yang melanda dunia akan menciutkan perdagangan internasional dan diperkirakan Indonesia juga akan kena dampaknya. Dikaji lebih jauh, dampak langsung penurunan impor AS dari Indonesia tidak terlalu besar. Impor AS dari Indonesia hanya sekitar 2,2 persen dari total impornya dan barang-barang impor tersebut sebagian terbesar merupakan kebutuhan primer dan sekunder bagi masyarakat atau dunia usaha AS. Yang merisaukan adalah dampak tidak langsung yaitu semakin sulitnya Indonesia memasuki pasar negara-negara industri lainnya serta negara berkembang dan tekanan deras arus impor memasuki Indonesia. Pengerutan volume perdagangan dunia terutama beberapa negara yang menjadi mitra dagang utama AS, kemungkinan akan mengarahkan ekspornya ke Indonesia termasuk dengan melakukan damping dan bahkan penyelundupan.
Pengamanan dapat dilakukan dengan meningkatkan daya saing produk nasional untuk kebutuhan domestik, memberantas penyelundupan dengan cara-cara tertentu termasuk penciutan jumlah pelabuhan impor, meningkatkan pengawasan agar dumping dapat dihilangkan.
Sampai sekarang cara mengatasi krisis global yang sedang melanda dunia belum diketahui, dan di AS terjadi perubahan strategi untuk mengatasinya. Di tengah terjadinya perbedaan pendapat di antara negara maju mengenai cara mengatasi krisis global, Indonesia perlu bersifat tenang dan mengambil kebijakan yang mendahulukan kepentingan nasional. SPD | |
|