Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: "Memang, dia (RS Mitra) hidup di negara siapa?" Thu Nov 27, 2008 6:29 pm | |
| "Memang, dia (RS Mitra) hidup di negara siapa?" 27 Nov 08 Wali Kota Jakarta Timur, Murdhani, berang ketika mendapat informasi mengenai pelarangan jilbab di RSMI. Ia berjanji akan memerintahkan jajarannya, yaitu Kasudin Nakertrans dan Asisten Ekonomi Pembangunan dan Sosial (ekbangsos), untuk menyelesaikan kasus ini.
Penundaan izin pemakaian jilbab bagi karyawati Rumah Sakit Mitra Internasional (RSMI) Jatinegara, Jakarta Timur, tidak beralasan. Hal ini disampaikan Sri Widianti, ketua Forum Masyarakat Peduli Perempuan. Sri menilai, penundaan tersebut masih tergolong pada tindakan diskriminatif. ''Pada dasarnya, penundaan itu alasannya tidak kuat,'' kata Sri. Sri dan rekan-rekan dari berbagai lembaga swadaya masyarakat sedang mengupayakan tindak lanjut mengenai kasus ini. Mereka berencana menemui pihak Dinas Tenaga Kerja Jakarta untuk membicarakan solusi kasus pelarangan jilbab.
Sri menyebutkan salah satu isi Undang-undang Disnaker yang melindungi setiap pekerja dalam menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Menurutnya, aturan larangan berjilbab bersumber dari aturan instansi saja. Sri menekankan, seharusnya aturan RS dan perusahaan di bawah Disnaker mengacu pada aturan Disnaker. Ia mengimbau pihak Disnaker untuk menelaah kembali aturan PKB yang mereka sahkan.
Hal senada juga disampaikan Kasudin Pelayanan Kesehatan (Yankes) Jakarta Timur, Ariani, selaku pihak yang membawahi rumah sakit-rumah sakit di Jakarta Timur. Pihaknya akan melakukan verifikasi aturan internal RSMI. Berdasarkan standar layanan kesehatan, Ariani juga mengatakan tidak terdapat kaitan antara jilbab dan risiko infeksi pada pasien rumah sakit.
Sementara itu, Wali Kota Jakarta Timur, Murdhani, berang ketika mendapat informasi mengenai pelarangan jilbab di RSMI. ''Memang, dia hidup di negara siapa? Alangkah naifnya di Indonesia ini jika ada instansi yang melarang jilbab,'' kata Murdhani. Ia berjanji akan memerintahkan jajarannya, yaitu Kasudin Nakertrans dan Asisten Ekonomi Pembangunan dan Sosial (ekbangsos), untuk menyelesaikan kasus ini. Murdhani juga mengimbau pihak-pihak yang terlanggar haknya untuk melapor pada Sudin Nakertrans. Ia mengaku, pihak pemkot akan kesulitan bertindak tanpa adanya laporan dari pihak yang terlibat.
Murdhani mengimbuhkan, larangan pemakaian jilbab merupakan bagian dari pelanggaran HAM. Bagi Murdhani, tidak ada alasan bagi instansi untuk menunda izin pemakaian jilbab, terlebih hanya untuk kepentingan merapikan seragam.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma'ruf Amin, turut angkat bicara menanggapi kasus pelarangan jilbab. Ia mengatakan, larangan jilbab adalah realitas usang yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Menurut Ma'ruf, melarang atau menunda orang memakai jilbab sama halnya dengan menghambat orang menjalankan ajaran agamanya.
Ma'ruf menambahkan, dalam konteks universal, larangan berjilbab tidak sesuai dengan iklim keterbukaan, demokrasi, dan HAM. ''Apalagi, Indonesia ini beragam manusianya, kita harus lebih toleran,'' kata Ma'ruf. Ma'ruf menegaskan, MUI akan meminta kebijakan pelarangan, baik eksplisit maupun implisit, ini dihapus. Larangan berjilbab, menurut Ma'ruf, sangat diskriminatif. Jika pelarangan jilbab masih berlanjut, MUI akan terus mempersoalkannya. Ia juga mengingatkan bahwa pelarangan jilbab adalah tindakan yang menyakiti umat muslim, umat terbesar di Indonesia.
Pihak RSMI ketika dikonfirmasi soal penundaan berjilbab ini hanya menyatakan seluruh jajaran manajemen RSMI sedang melaksanakan proses akreditasi rumah sakit. ''Saat ini, kami sedang fokus akreditasi. Tidak terlalu panik dengan masalah tuntutan jilbab,'' kata Warno Hidayat, manajer SDM RSMI, Rabu (26/11). Proses akreditasi menurut rencana akan selesai pada Kamis (27/11).Larangan jilbab ditengarai tidak hanya terjadi di beberapa rumah sakit swasta saja. Di sebuah perusahaan farmasi, larangan ini malah menjadi dasar ketika rekrutmen pegawai. (Republika) | |
|