Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Seratus Obama Tak Selesaikan Palestina Thu Jan 22, 2009 11:12 pm | |
| Seratus Obama Tak Selesaikan PalestinaHG Hamdani S Siahaan 21/01/2009 - 21:44 INILAH.COM, Jakarta - Sorot mata dunia seakan terbius menyaksikan Barack Obama, Presiden AS dilantik. Obama mengubah fokus dunia dari Gaza yang menderita ke Washington yang tertawa dan bahagia. Namun Obama bakal sulit mengubah wajah Palestina.
Semua berharap, kebijakan politik luar negeri Amerika akan berubah. ‘Perdamaian’ di Timur Tengah khususnya Palestina pun akan segera terwujudkan. Itulah harapan yg diimpikan banyak kalangan walau mengundang banyak pertanyaan.
Namun ‘perdamaian’ di Tanah Palestina ini patut dicermati. Isu klasik dalam istilah peperangan yaitu ‘gencatan senjata’ yang dilakukan Israel secara sepihak atau unilateral tampaknya sudah direncanakan sebagai bagian dari acara hingar-bingar memeriahkan serah terima jabatan Presiden AS ke-44 yang menghabiskan dana hampir Rp 2 triliun itu.
Lihat saja, intensitas serangan menurun diikuti dengan penarikan tentara Israel secara tiba-tiba seiring makin dekatnya acara inagurasi Obama. Walaupun tentu saja tidak dilakukan dengan ikhlas bercampur keraguan di masing-masing personil militer penjajah Palestina itu. Tapi itulah risiko menjadi mainan alias boneka dari Amerika.
Tak pelak hal itu menimbulkan pertanyaan besar. Apalagi dalam sejarah pertempuran di jalur Gaza, selalu berakhir dengan membingungkan dan menyisakan keanehan dalam aturan diplomasi.
Seperti perjanjian gencatan senjata secara unilateral yang dilakukan Amerika dan Israel malah ditandatangani Menteri Luar Negeri Israel Zhipni Lifni dengan Menlu AS Condeleza Rice.
Tak ada keterlibatan Palestina sehingga muncul pertanyaan siapa yang berperang dan yang diperangi? Lebih aneh lagi, isi salah satu perjanjian itu adalah Israel dan pemerintahan negara Paman Sam itu bersama-sama menghentikan penyeludupan senjata dari Rafah (Mesir) ke Gaza (Palestina).
Berarti secara tidak langsung, Zhifni dan Condeleza telah menuduh Mesir sebagai penyelundupnya. Isu terowongan pun diangkat kepermukaan dalam perjanjian itu padahal istilah terowongan bawah tanah tidak asing bagi dunia militer Arab dan diketahui persis oleh CIA dan maupun Mossad. Sebuah upaya melempar isu karena Israel dan Amerika kehabisan akal untuk mencari alasan menghentikan serangan-serangannya.
Melihat diplomasi ala Barat ibarat main ketoprak. Namun panggung diplomasi dalam sepekan terakhir sebenarnya bergeser ke jazirah Arab. Justru diplomasi Liga Arab yang terlihat lebih cerdik dan tidak sebodoh seperti yang diungkapkan banyak pengamat. Para pemimpin Arab membangun tiga formasi pertemuan tingkat tinggi.
Pertama, pertemuan Doha yang dihadiri internal Liga Arab plus utusan Hamas Khalid Messali tanpa dihadiri pihak Barat. Pertemuan itu difasilitasi Qatar dan didorong oleh Suria dan Iran.
Perlu dicatat bahwa pertemuan Doha sebagai bagian dari perwujudan depresi sekaligus tujuan final bangsa Arab menyikapi kasus Palestina. Timbul pertanyaan kenapa Presiden Mesir Husni Mubarak tidak hadir di Doha. Dari berbagai analisa, hal itu sengaja dilakukan agar Mubarak bisa memainkan literatur formasinya.
Formasi kedua, adalah pertemuan di Sharm el Shark, salah satu propinsi di Mesir yang diprakarsai lansung Mubarak dan dihadiri Sekjen PBB Ban Ki-Moon dan beberapa pemimpin Eropa plus utusan Israel Amos Gilad serta Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Mubarak memainkan diplomasi jitunya agar Israel menghentikan serangannya ke Palestina dan menjamin Hamas tidak melakukan sebaliknya dengan waktu yang tidak ditentukan. Ketiga, adalah pertemuan tingkat tinggi ekonomi Liga Arab di Kuwait yang tak lebih sebagai evaluasi hasil di Sharm el Shark.
Perlu diketahui bahwa pusat pergerakan ikhwanul muslimin yakni induknya Hamas berada di Mesir sekaligus markas para pimpinan tertingginya. Sehingga pihak Barat yakin Mesir dapat memainkan diplomasinya.
Ironinya Liga Arab tengah menghitung kerusakan infrastruktur di Palestina dan segera membangunkannya kembali. Padahal belum ada jaminan bahwa Israel tidak akan menyerang lagi kawasan Palestina.
Gencatan senjata tanpa jaminan di atas kertas seakan tidak diperlukan lagi di era saat ini. Apalagi Yahudi tidak dapat dipercaya dan selalu ingkar janji. Semuanya serba tak pasti. Jalur diplomasi pun sudah seperti kehilangan arah, masing-masing saling berimprovisasi.
Pemimpin-pemimpin Arab pun berbesar hati sambil menunggu aksi Barack Obama walaupun mereka tahu presiden AS yang baru itu adalah bagian dari ketidakpastian. Jangan harap perdamaian terwujud di tanah Palestina dan Arab tanpa pembubaran negara Israel sekalipun AS memiliki 100 Obama. [E1]
| |
|