Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Birokrasi Hambat Distribusi Wed Oct 07, 2009 6:50 pm | |
| Birokrasi Hambat Distribusi MENUNGGU PEMBAGIAN BANTUAN - Warga menunggu pembagian bantuan makanan dan obat-obatan di Sicincin, Pariaman, Sumatera Barat, Selasa (6/10). Bantuan yang dikirimkan untuk korban gempa sudah mulai menumpuk, namun baru sebagian korban yang mendapatkannya karena proses birokrasi saat pendistribusian. (AFP/MANAN VATSYAYANA) [PADANG] Birokrasi yang berbelit dan egosektoral di tingkat kabupaten/kota dinilai sebagai penyebab utama karut-marutnya distribusi bantuan kepada korban gempa Sumatera Barat (Sumbar). Warga di sejumlah wilayah di Kota Padang, mengaku belum memperoleh bantuan. Meski demikian, proses tanggap darurat bencana masih terus berlanjut, terutama fase pembersihan.
"Sampai saat ini, kami belum menerima bantuan. Kami bertahan hidup dari belas kasih orang-orang yang tidak menjadi korban. Belum ada bantuan dari pemerintah," kata Hamid, korban gempa dari Kecamatan Kuranji, Padang, Selasa (6/10) malam.
Dia mengatakan, bantuan terus berdatangan ke kecamatan, tetapi belum didistribusikan ke warga. "Saya sudah tanyakan, mereka bilang bantuan harus diteruskan ke kelurahan dulu, baru ke korban gempa. Birokrasi yang berbelit membuat banyak warga belum mendapat bantuan," katanya.
Hal senada disampaikan Sekretaris Eksternal Himpunan Bersatu Teguh (HBT) Candra Penata Long. Menurutnya, bantuan dari pemerintah belum diterima warga yang tinggal di kawasan pecinan, atau kerap disebut daerah Pondok, Kecamatan Padang Barat dan Selatan. Hampir semua bangunan yang dihuni sekitar 25.000 jiwa di kawasan itu hancur.
Keluhan serupa disampaikan warga Kampung Keling, Wat Hamzah dan Eva. "Kami tidak tahu bagaimana cara memperoleh bantuan," kata mereka.
Bahkan, Eva mendengar adanya syarat rekomendasi dari ketua RT/RW atau lurah untuk mendapat bantuan pemerintah. "Ini kan ada-ada saja namanya. Masa dalam kondisi darurat begini, harus melalui birokrasi kayak ngurus KTP. Kalau ketua RT atau lurah kebetulan bersama warga sih enggak apa-apa. Bagaimana kalau mereka sudah meninggal atau mengungsi entah ke mana?" katanya.
Sementara itu, Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Priyadi Kardono, mengatakan jumlah korban meninggal hingga Rabu (7/10) pukul 10.30 WIB masih belum berubah, yakni 704 orang.
Tak Dihambat
Menanggapi hal itu, Sekretaris Polisi Pamong Praja Pemprov Sumbar, Erdi Janur menegaskan bantuan korban gempa tidak menumpuk di Posko Satkorlak. Berbagai jenis bantuan yang tersimpan di aula rumah Gubernur Sumbar sudah habis terdistribusi. "Kami tidak pernah menghambat pengiriman bantuan ke kabupaten dan kota," katanya.
Apabila daerah bencana belum mengajukan permintaan, katanya, petugas gudang bantuan menelepon daerah-daerah tersebut untuk memberitahukan bahwa bantuan yang dibutuhkan sudah tersedia dan dapat diambil.
Namun, dia tidak menampik kemungkinan bantuan menumpuk di kabupaten/ kota karena aparat kecamatan dan kelurahan belum mengambilnya.
"Korban tidak bisa menunggu. Bantuan harus secepat mungkin didistribusikan. Jangan dihambat karena birokrasi," tegasnya.
Hal serupa disampaikan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang, Dedi Henidal. "Dalam situasi darurat, bantuan harus langsung didistribusikan ke masyarakat," tegasnya.
Sedangkan, Direktur Tanggap Darurat BNPB, Slamet Sugiono mengatakan dua helikopter telah disediakan untuk menyalurkan bantuan ke daerah-daerah terpencil.
Pemulihan Trauma
Sementara itu, Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial, Makmur Sunusi menyatakan pemulihan kondisi trauma korban gempa, khususnya anak-anak, penyandang cacat, dan lanjut usia, harus segera dilakukan. Pekan depan pihaknya akan mendirikan posko penanganan trauma di Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman.
"Meski situasi tanggap darurat yang saat ini masih berlaku belum memungkinkan program rehabilitasi berjalan maksimal, tetapi upaya awal untuk proses pemulihan sudah dijajaki," katanya.
Posko tersebut akan menyediakan pelayanan kesehatan, sandang-pangan, dan arena bermain. "Kami tidak ingin ada keterlambatan waktu yang bisa membuat kondisi trauma itu berkepanjangan. Kami berjalan paralel saja, saat tanggap darurat masih berjalan, program rehabilitasi pun harus mulai dilakukan," katanya.
Sejumlah donor dari dalam dan luar negeri, seperti Save The Children, Help Age, Lion Club, dan World Vision, sudah menyatakan kesiapan membantu program tersebut.
Sedangkan, Martina Estrly dari Pusat Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) mengatakan wajar apabila pascagempa muncul gejala-gejala stres, seperti rasa takut, cemas, marah, duka cita yang mendalam, tidak berdaya, putus asa, kehilangan kontrol, frustrasi sampai depresi, pada korban. Pertolongan pertama psikologis bisa dilakukan orang- orang terdekat di sekitar korban maupun para relawan.
"Kami sudah mengirim 20 ahli forensik bangunan untuk menginventarisir bagunan sekolah dan kampus yang rusak akibat gempa bumi di Padang," ujarnya.
Saat gempa berkekuatan 7,6 SR mengguncang, para siswa tidak berada di dalam sekolah karena jam belajar sudah selesai.
Bupati Padang Pariaman Muslim Kasim menyebutkan, sebanyak 247 warga tiga Kecamatan di Kabupaten Padangpariaman hingga Rabu ini masih tertimbun. Sebanyak 294 orang meninggal.
"Masih banyak warga kami yang tertimbun longsoran, yakni di Kecamatan Patamuan, V Koto Timur, dan V Koto Kampung Dalam. Hingga saat ini, evakuasi korban masih terus dilakukan," ungkapnya.
Menurut dia, Kabupaten Padang Pariaman merupakan daerah yang paling parah didera gempa, selain Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, dan Kota Padangpanjang.
Selain itu, lanjutnya, sebanyak sembilan fasilitas umum rusak sedang, dan 30 lainnya rusak berat. Kemudian, sembilan rumah ibadah rusak ringan, 30 rusak sedang, dan 181 rusak berat.
Gempa juga mengakibatkan tiga kantor pemerintah rusak sedang, dan 33 lainnya rusak berat. Tercatat pula sembilan bangunan sekolah rusak ringan, delapan rusak sedang, dan 77 sekolah rusak berat.
Di lain pihak, rumah penduduk yang rusak ringan mencapai 425, rusak sedang mencapai 4.130, dan rusak berat 19.183 unit.
Bupati menambahkan, bantuan evakuasi dari tim SAR, TNI, Brimob, PMI dan relawan lainnya masih dilakukan.
Dari pantauan, sepanjang jalan dari Kota Padang menuju Padang Pariaman terlihat banyak bangunan hancur.
Sebagian besar rumah di tepi jalan nyaris rata dengan tanah. Para penduduk pun memilih tidur di luar rumah sebab kondisi rumah mereka sudah tidak memungkinkan lagi untuk dihuni. Namun tenda untuk tempat berteduh yang tersedia sangat terbatas.
Terbatasnya bantuan ini membuat warga berinisiatif mendirikan posko darurat di pinggir jalan. Mereka mengedarkan kantong sukarela agar para pengendara yang lewat mau memberikan bantuan.
Sementara itu, sejumlah korban gempa di Kabupaten Padang Pariaman mengaku belum tersentuh bantuan. Korban mengharapkan bantuan pengguna jalan yang lewat di depan perkampungan dengan mengedarkan kantong sukarela.
Salah satu korban yang tinggal di sekitar bangunan SMP 1 Padang Pariaman, Aisah mengaku, saat malam hari, kondisi para korban semakin mengenaskan sebab mereka harus tinggal di depan rumah. Keadaan diperparah karena aliran listrik masih terputus. "Kami belum berani masuk ke dalam rumah. Takut gempa susulan. Sebagian wilayah masih gelap saat malam hari karena listrik masih padam," katanya. Suara Pembaruan,Rabu 07 October 2009 | |
|