Admin Admin
Jumlah posting : 2244 Registration date : 31.08.08
| Subyek: Cegah Dampak Krisis ke Sektor Riil,Insentif Pajak Disiapkan Mon Oct 27, 2008 1:28 pm | |
| Cegah Dampak Krisis ke Sektor Riil
Insentif Pajak Disiapkan SUARA PEMBARUAN DAILY [JAKARTA] Perlambatan ekonomi global akibat krisis keuangan di Amerika Serikat telah menyeret sektor riil di beberapa negara melemah. Tak terkecuali di Indonesia. Industri tekstil, mebel, elektronik, dan manufaktur, misalnya, mulai terkena dampak krisis global.
Untuk itu, pemerintah tengah menyiapkan paket insentif perpajakan bagi sektor usaha tertentu, agar dampak krisis tak semakin dalam. Demikian diungkapkan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia MS Hidayat.
Menurutnya, upaya menopang pertumbuhan sektor riil akan terus ditindaklanjuti. Di antaranya, pekan depan, akan ada pertemuan untuk membahas keringanan pajak setiap sektor.
"Misalnya CPO (minyak kelapa sawit), berapa pungutan ekspornya agar tidak terlalu memberatkan pengusaha, mengingat harganya yang anjlok di pasar internasional. Jadi, keringanan pajak akan dilihat sektor per sektor, dan satu sama lain belum tentu sama. Pekan depan, akan ada pertemuan untuk membahas itu," ungkap Hidayat, yang tengah berada di Beijing, Sabtu (25/10) pagi.
Dia menambahkan, kendati krisis global menghantui Indonesia dan kinerja ekspor dipastikan menurun, pertumbuhan ekonomi nasional harus tetap terjaga.
"Di samping itu, sektor properti harus tetap tumbuh. Pembangunan perumahan dan kredit perumahan rakyat (KPR) tidak boleh terhenti. Kalau sampai terhenti, akan memukul sub sektor lain," tambahnya.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi berpendapat, untuk dapat bertahan dari hantaman krisis global, pemerintah dan swasta harus mampu menjaga arus dana mereka.
Di samping itu, daya beli masyarakat harus diperkuat untuk mengonsumsi produk dalam negeri.
Sofjan kembali mendesak pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur. "Pemerintah harus mempercepat pencairan anggaran pembangunan infrastruktur, sehingga sektor riil tetap bergerak," tuturnya.
Sementara itu, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M Ikhsan Modjo mengingatkan, ancaman krisis global yang bertubi-tubi memukul fundamental, harus tetap diwaspadai. Sebab, pada akhirnya akan menghajar sektor riil.
"Krisis masuk dari perbankan, kemudian menghantam tiga sektor padat karya yang tingkat kreditnya tinggi, yaitu manufaktur, pertambangan, dan pertanian. Ini akan bahaya. Apalagi, gejala krisis sudah terlihat jelas, seperti melemahnya rupiah terhadap dolar AS, likuiditas mengering, dan penurunan permintaan pasar terhadap produksi dalam negeri," katanya mengingatkan.
Industri Elektronik Melemah
Dampak krisis ke sektor riil nasional, telah menjalar ke industri elektronik. Padahal, jika melihat data Electronic Marketer Club (EMC), hingga kuartal ketiga 2008, realisasi penjualan produk elektronik meningkat 23 persen, menjadi Rp 13,6 triliun dari Rp 11,07 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Sekretaris Jenderal EMC, Handojo menuturkan, memasuki semester kedua 2008, daya beli masyarakat menurun seiring anjloknya harga komoditas. Akibatnya, pertumbuhan penjualan elektronik pun ikut lesu.
Dia mencontohkan, per September 2008, penjualan lemari es anjlok 16 persen menjadi 239.000 unit, disusul mesin cuci yang turun 11 persen menjadi 104.000 unit, dan audio dari 50.000 unit pada Agustus menjadi 35.000 unit pada September 2008.
Menurut Handojo, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi ancaman bagi pasar elektronik. Sebab, kondisi ini akan mendongkrak harga jual produk elektronik di pasaran.
"Saat ini, pabrikan lokal masih menghitung dampak dari melemahnya rupiah. Pertengahan November kami akan ambil keputusan," tuturnya.
Handojo berharap, penjualan produk elektronik pada Oktober ini akan stabil di kisaran Rp 1,5 triliun. Dengan begitu, pertumbuhan pasar hingga akhir 2008 diperkirakan naik 20 persen menjadi Rp 16,8 triliun dibanding tahun sebelumnya Rp 14 triliun.
Bursa Ambruk
Sementara itu, pasar saham global merosot kembali karena kekhawatiran di kalangan investor terhadap kemungkinan resesi ekonomi dunia yang makin berkepanjangan. Indeks Dow Jones di Bursa Wall Street mengakhiri perdagangan Jumat (24/10) dengan pelemahan 312,30 poin (3,5 persen) menjadi 8.378,95. Kejatuhan indeks juga melanda bursa di Eropa, seperti di London (5 persen), Frankfurt (lebih dari 5 persen), dan Paris (3,5 persen).
Di Asia, Indeks Nikkei di Tokyo turun 811,9 poin (9 persen) ke posisi 7.649,08. Untuk pertama kalinya sejak 2003, Indeks Nikkei berada di bawah level 8.000.
Sementara itu, indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia mengakhiri perdagangan pekan ini dengan melemah 92,34 poin (6,91 persen) ke posisi 1.244,86. Seiring dengan itu, nilai tukar rupiah anjlok menembus level psikologis Rp 10.000 per dolar AS. Pada perdagangan Jumat, kurs ditutup di kisaran Rp 10.200 per dolar AS.
Tekanan jual melanda investor di lantai perdagangan. "Ada kekhawatiran di seluruh dunia tentang resesi ekonomi global," ujar Michael Binger, manajer investasi pada Thrivent Asset Management, AS.
Selain itu, harga minyak mentah dunia juga terus turun, meskipun OPEC memangkas produksi hingga 1,5 juta barel per hari. Harga minyak mentah kini US$ 64,15 per barel, turun US$ 3,69. [CNV/N-6/Bloomberg.com/ BBC.com/E-4]
| |
|