[JAKARTA] Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan sebagai tersangka baru dalam kasus penyimpangan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp 100 miliar patut diapresiasi. Namun, upaya itu harus dilanjutkan dengan segera menahan besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut. Dengan demikian, tidak ada lagi keraguan ataupun kesan bahwa KPK diskriminatif dalam penegakan hukum.
Demikian rangkuman pendapat Ketua Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Firmansyah Arifin dan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Teten Masduki kepada SP di Jakarta, Kamis (29/10), terkait penetapan Aulia dan tiga rekannya sebagai tersangka dalam kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) ke DPR.
"Penetapan Aulia Pohan sebagai tersangka sudah menepis tudingan miring selama ini kepada KPK. Tapi itu belum cukup. KPK harus segera menahannya sebagai bukti tidak ada lagi perlakuan diskriminatif dalam penegakan hukum," ujarnya.
Menurut Firman, KPK tidak boleh berpuas diri setelah berhasil menyeret para petinggi BI dan DPR ke pengadilan. Lembaga antikorupsi ini juga harus mengusut aliran dana YPPI yang mengucur ke aparat penegak hukum. Sebab, sampai kini belum ada tanda-tanda aparat hukum yang disentuh KPK walaupun pada persidangan kasus aliran dana BI di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sering disebut-sebut bahwa mereka juga menikmati dana BI. "KPK jangan sampai lupa mengusut aliran dana yang mengalir ke penegak hukum. Jangan tanggung-tanggung, usut tuntas kasus aliran dana BI ini," tandasnya.
Senada dengannya, Teten menyatakan semua mantan petinggi BI yang sudah ditetapkan menjadi tersangka harus langsung ditahan. Penetapan empat tersangka baru kasus tersebut merupakan kabar baik terkait independensi KPK, sehingga lembaga ini bisa terbebas dari tudingan tebang pilih.
Di sisi lain, kata Teten, penetapan Aulia Pohan menjadi tersangka memberi keuntungan bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena memberi bukti nyata komitmennya dalam pemberantasan korupsi, sekalipun menyangkut mertua anaknya sendiri. "Langkah Presiden ini akan memberi dampak yang baik untuk melahirkan tradisi penegakan hukum tanpa pandang bulu pada masa-masa mendatang," katanya.
Seperti diketahui, menyusul vonis lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta kepada mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah dalam kasus aliran dana YPPI Rp 100 miliar, KPK akhirnya secara resmi menetapkan Aulia Tantowi Pohan dan tiga mantan Deputi Gubernur BI lainnya, yakni Bun Bunan Hutapea, Maman Soemantri, dan Aslim Tadjudin sebagai tersangka baru. Penetapan status tersebut disampaikan langsung Ketua KPK Antasari Azhar dalam keterangan persnya di gedung KPK Jakarta, Rabu (29/10).
Dia menjelaskan, penetapan ini berdasarkan hasil evaluasi penyidikan yang lalu, termasuk fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, sekaligus menyikapi putusan perkara Burhanuddin.
Ditanya mengenai status Ketua BPK Anwar Nasution, Antasari memastikan siapa pun yang berpotensi sangat terkait akan menjadi bahan analisis. "KPK tetap minta pertanggungjawaban kepada pihak mana pun yang mungkin terkait," imbuhnya.
Yudhoyono Sedih
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pribadi mengaku sedih atas ditetapkannya Aulia Pohan sebagai tersangka dalam kasus aliran dana BI ke DPR. Meski demikian, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, dia berharap hukum tetap harus ditegakkan seadil-adilnya.
"Dalam kapasitas saya sebagai pribadi, pribadi Susilo Bambang Yudhoyono, semuanya ini secara terus terang dan jujur, bersedih. Dan saya harus menenangkan keluarga besar besan saya Bapak Aulia Pohan, anak menantu saya, anak saya, untuk menghadapi semua ini tetap tawakal dan tabah, sambil memohon ke hadirat Allah agar yang datang adalah keadilan yang sejati," kata Presiden Yudhoyono kepada wartawan di ruang sidang utama gedung Sekretariat Negara Jakarta, Rabu (29/10).
Presiden melanjutkan, tugas dia sebagai pribadi, sebagai bagian dari keluarga, yaitu menenangkan keluarga besarnya yang harus dijalankan sebaik-baiknya. "Di sisi lain dalam kapasitas saya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, berulang kali saya mengatakan, hukum dan keadilan harus ditegakkan. Kalau Pak Aulia Pohan bersama-sama yang lain dianggap melakukan kesalahan dalam konteks ini, tentu ya proses penegakan hukum ditegakkan. Saya tidak boleh mengintervensi, saya tidak boleh mencampuri karena ini semangat kita semua. Salah atau tidak salah, seberapa besar kesalahan Pak Aulia Pohan nanti pada kesalahan pribadi atau kesalahan kolektif, marilah kita serahkan sepenuhnya kepada penegak hukum," tegas Presiden. [M-17/E-8/A-21]